“Ketika belum di BAP ada upaya damai pada saat itu, 2-3 kali ketemu pengacara, sempat deal-dealan gitu tapi tidak ketemu, jadi mereka bilang dilanjutkan proses hukumnya, jadi saya bilang silakan,” papar Montes.
Sikapnya untuk lanjutkan proses dimaksud, ditegaskan untuk mendapatkan kepastian hukum.
“Jadi kalau sesuai laporan mereka bahwa ada penggelapan di kantor saya melalui tanda terima yang mereka dapat, 209 kalau tidak salah, memang dasar itu yang dipakai untuk melaporkan saya. Kalau penggelapan, yaa saya lebih lanjut tidak paham yaa.Tetapi bagi saya begini, saya tidak mungkin juga menjual yang saya tahu persis milkinya dia tanpa ada petunjuk sekecil apapun dari dia (pelapor),atau dalam bentuk WA atau SMS, bagi saya tidak mungkin saya bisa begitu, kalau ukuran saya,” urai Montes.
Terpisah Atniel Kore Mega, yang ditemui dan dikonfirmasi iNews.id di kediamannya, Sabtu (30/3/2024) siang lalu juga menyesalkan laporan yang dilakukan Rudolof Gili. Karena menurutnya, dirinya tidak layak dituduh lakukan penggelapan. Hal itu sebut dia, karena ada rentetan peristiwa sampai terjadinya penjualan tanah dimaksud.
Dikisahkan pria yang akrab disapa Nyenye oleh rekan dan keluarganya itu, tanah yang di Padadita yang kini dipermasalahkan oleh pelapor dibeli dengan uang hasil penjualan tanah keluarga besarnya di Laipori, Desa Palakahembi. Dari total 7 hektar tanah di Laipori yang mau dijual berhasil terjual 3 hektar, dan selanjutnya kata Nyenye uang hasil penjualannya mau dibagikan dengan saudara-saudara dari pelapor.
“Terjualnya tanah itu, saya juga yang cari dan pasarkan jadi dapat pembeli. Setelah itu dengan janji semua, duduk keluarga untuk bagi semua. Tapi itu tidak terjadi, pelapor setelah dapat uang dia ke Bali, saya juga tidak dapat apa-apa,” jelas Nyenye.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu