SUMBA TIMUR, iNewsSumba.id –Rudolof Gili, seorang warga kelahiran Sumba Timur, NTT yang kini bermukim di Bali, mengaku menjadi korban penggelapan sertipikat tanah miliknya. Terkait hal itu dirinya didampingi Airs Manja Palit, kuasa hukumnya, dalam konfernsi pers pada Selasa (26/3/2024) siang lalu pada salah satu Hotel di kota Waingapu mengatakan telah melaporkan 2 oknum yang disebut diduga melakukan penggelepan sertpikat dimaksud.
Adapun 2 oknum yang dilaporkan ke Polres Sumba Timur sejak tanggal 21 November 2023 lalu yakni Melkianus Djara Liwe, oknum pengawai pada salah satu kantor PPAT/Notaris serta Atniel Kore Mega, seorang warga Kelurahan Kambaniru, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur.
Terkait kasus dimaksud, Rudolof Gili dan Aris Manja Palit, selaku kuasa hukumnya, Selasa (26/3/2024) lalu kepada sejumlah wartawan termasuk iNews.id di Waingapu menyatakan, 2 orang telah dilaporkan pihaknya ke Polres Sumba Timur. Kasus ini sebut Aris telah dalam penanganan aparat penyidik Reskrim setempat, dan dalam waktu dekat pihaknya meyakini akan ada langkah lanjutan dalam proses hukum yang akan diambil penyidik.
Sementara itu, Melkianus Djara Liwe, yang oleh rekan dan relasinya biasa disapa Montes, Jumat (29/3/2024) malam lalu, pada wartawan termasuk iNews.id di kediamannya, membantah dengan keras sangkaan itu.
“Terkait pelaporan itu, kalau tidak salah penggelapan. Ini kalau penggelapan saya bantah itu. Tidak ada penggelapan, karena ketika tanah itu terjual, sebelum terjual dia (pelapor) tahu,” tegas Montes yang sehari-hari bekerja sebagai staf sebuah kantor notaris di Waingapu itu.
Sebelum dirinya mengeluarkan statemen lebih jauh, Montes juga mengatakan, pihaknya telah berkonsultasi dengan pihak yang nantinya akan menjadi kuasa hukumnya.
“Saya sebenarnya belum bisa terlalu ada tanggapan lebih lanjut, karena saya juga sudah tunjuk kuasa hukum. Jadi saya juga takut bicara karena ada materi atau apa yang saya juga kurang paham,” ungkap Montes sebelumnya.
Diakui Montes, pihaknya benar telah menjual tanah bersertipikat itu seharga Rp500 juta. Yang mana dibeli oleh Ongko John Untono. Penjualan itu, kembali ditegaskan Montes sepenuhnya diketahui oleh Rudolof Gili, selaku pelapor.
“Dia tahu dan mestinya dia tahu,” timpal Montes sembari menjelaskan, Rudolof Gili mestinya tahu tanah itu dijual karena Atniel Kore Mega alias Nyenye merupakan orang kepercayaan Rudolof Gili dalam mengurus dan mengupayakan penjualan tanah itu.
Montes juga mengakui telah dipanggil Polres Sumba Timur. Namun hal itu sebutnya hanya sebatas klarifikasi dan belum diambil BAP secara resmi oleh penyidik.
“Ketika belum di BAP ada upaya damai pada saat itu, 2-3 kali ketemu pengacara, sempat deal-dealan gitu tapi tidak ketemu, jadi mereka bilang dilanjutkan proses hukumnya, jadi saya bilang silakan,” papar Montes.
Sikapnya untuk lanjutkan proses dimaksud, ditegaskan untuk mendapatkan kepastian hukum.
“Jadi kalau sesuai laporan mereka bahwa ada penggelapan di kantor saya melalui tanda terima yang mereka dapat, 209 kalau tidak salah, memang dasar itu yang dipakai untuk melaporkan saya. Kalau penggelapan, yaa saya lebih lanjut tidak paham yaa.Tetapi bagi saya begini, saya tidak mungkin juga menjual yang saya tahu persis milkinya dia tanpa ada petunjuk sekecil apapun dari dia (pelapor),atau dalam bentuk WA atau SMS, bagi saya tidak mungkin saya bisa begitu, kalau ukuran saya,” urai Montes.
Terpisah Atniel Kore Mega, yang ditemui dan dikonfirmasi iNews.id di kediamannya, Sabtu (30/3/2024) siang lalu juga menyesalkan laporan yang dilakukan Rudolof Gili. Karena menurutnya, dirinya tidak layak dituduh lakukan penggelapan. Hal itu sebut dia, karena ada rentetan peristiwa sampai terjadinya penjualan tanah dimaksud.
Dikisahkan pria yang akrab disapa Nyenye oleh rekan dan keluarganya itu, tanah yang di Padadita yang kini dipermasalahkan oleh pelapor dibeli dengan uang hasil penjualan tanah keluarga besarnya di Laipori, Desa Palakahembi. Dari total 7 hektar tanah di Laipori yang mau dijual berhasil terjual 3 hektar, dan selanjutnya kata Nyenye uang hasil penjualannya mau dibagikan dengan saudara-saudara dari pelapor.
“Terjualnya tanah itu, saya juga yang cari dan pasarkan jadi dapat pembeli. Setelah itu dengan janji semua, duduk keluarga untuk bagi semua. Tapi itu tidak terjadi, pelapor setelah dapat uang dia ke Bali, saya juga tidak dapat apa-apa,” jelas Nyenye.
Transaksi jual beli tanah di Laipori oleh pelapor dengan pembelinya yang merupakan hasil usaha Nyenye, diakuinya tidak lagi melibatkannya. Namun demikian, dirinya mengaku tetap yakin akan diingat oleh pelapor, apalagi pelapor dikenal merupakan tokoh gereja.
Uang hasil jual tanah di Laipori itulah, sebut Nyenye yang kemudian dibelikan tanah di Padadita. Yang mana kemudian, karena sebelumnya telah ada hubungan kerja yang baik dan saling percaya antara dirinya dengan Rudolof, dirinya disebutkan punya bagian atas tanah di Padadita itu jika nanti kemudian berhasil terjual lagi.
“Sertikat tanah di Padadita itulah yang kemudian diberikan ke saya, yang mana sebelumnya ada di notaris. Lalu saya tunggu-tunggu sudah ini bagian saya hasil jual tanah di Laipori tidak juga ada. Jadi saya tahan sudah itu sertipikat tanah Padadita yang kini masalah itu,” timpal Nyenye.
Nyenye pada kesempatan itu juga menegaskan layak untuk mendapatkan fee atas jasanya menjual tanah 3 hektar di Laipori seharga Rp7 miliar. Belum didapatkan feenya membuatnya menahan sertipikat.
“Saya bilang kasih dulu saya punya bagian baru saya kasih sertipikatnya. Karena saya tidak kasih dia (pelapor) bilang mau dilaporkan ke polisi. Saya bilang kau mau lapor saya di polisi? Kau sudah nikmati semua hasil dari usaha saya, saksi ada semua, hasil usaha itu bahkan kau sudah beli rumah di bali, saya bilang gitu,” urai Nyenye.
Namun demikian, Nyenye mengakui setelah berpikir lebih jauh dirinya akhirnya mengambil keputusan untuk mengantarkan kembali sertipikat itu ke notaris. Dirinya mengembalikan sertipikat dimaksud dengan perjanjian jika nantinya tanah itu laku akan diberikan bagiannya.
“Seiring jalannya waktu tanah itu laku, saya juga tidak tahu itu tanah laku. Kemudian Montes bell sama saya datang ambil uang. Saya pi ambil sudah, eee jalannya waktu kemudian justru kita dituntutnya dengan penggelapan Kok bisa seperti itu, padahal sebelumnya ada hubungan baik kita dan saling pengertian, saling bantu. Sebelum laku itu tanah-tanah hampir tiap hari juga disini bahkan pernah tidur di sini dia,” papar Nyenye.
Atniel Kore Mega alias Nyenye yang dilaporkan ke Polres Sumba Timur atas dugaan penggelapan sertipikat tanah. Dengan tegas dirinya membantah lakukan hal itu - Foto : iNewsSumba.id
Ditanya lebih khusus perihal laporan Rudolof dan kuasa hukumnya dan proses hukum yang ke depannya akan dihadapinya, Nyenye mengakui siap untuk menghadapinya dengan nurani yang bersih.
“Janganlah saya yang orang kecil ini diperlakukan begitu, karena tanah itu sekarang ada harga dan mungkin ada yang tawar lebih tinggi. Jangan kita Cuma mau lihat kelemahan orang tapi kelemahan kita juga ada sebenarnya. Saya tidak terima jika dibilang penggelapan, karena sebelumnya kita ada hubungan yang baik , jadi mestinya tidak harus sampai ada laporan polisi dan jangan sampai lihat saya ini sebagai orang jahat sehingga di harus dikawal ketat sama polisi, sampai kita mau ketemu dan omong langsung dengan dia saja sulit sekali,” beber Nyenye.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu