Posbakum, katanya, kini menjadi tempat belajar hukum paling dekat bagi masyarakat desa. Di sana, warga bisa memahami hak dan kewajiban mereka, serta mencari solusi hukum tanpa biaya tinggi.
Ia mengingatkan, banyak persoalan hukum yang muncul karena minimnya pengetahuan masyarakat. “Kalau warga tahu haknya, banyak masalah bisa diselesaikan secara damai di Posbakum, tanpa konflik panjang,” tambahnya.
Program Posbakum ini juga menjadi alat pemberdayaan sosial. Para penyuluh hukum lokal dibekali kemampuan mendampingi warga agar tak mudah terjebak praktik-praktik hukum yang merugikan.
Bagi Silvester, keberhasilan Posbakum bukan sekadar soal angka, tapi tentang rasa aman hukum yang kini dirasakan masyarakat pedesaan. Dari Sabu hingga Lembata, dari Sumba hingga Belu, cahaya hukum perlahan menyala.
“Kami terus mendorong daerah yang belum memiliki Posbakum untuk segera membentuknya. Semakin banyak Posbakum, semakin luas jangkauan keadilan di NTT,” tegasnya.
Lewat Posbakum, hukum tak lagi elitis. Ia turun ke tanah, menapak di rumah-rumah bergedek bambu dan pelepah tuak, dan mendengar suara rakyat kecil, seperti yang dicita-citakan Silvester: keadilan yang membumi.          
          
          
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
