WAINGAPU, iNewsSumba.id — Kasus kematian Axi Rambu Kareri Toga, kembali mencuat dan menggugah perhatian publik. Di media sosial terus menggelinding asa dan harapan agar kasus ini dibuka kembali. Bahkan sejumlah data dan informasi terkait adanya kejanggalan dan temuan baru diungkap oleh sejumlah akun yang awalnya disulut oleh Buang Sine, mantan anggota Polri yang kini jadi pemerhati kasus-kasus kontroversial nan mengundang tanya besar publik.
Terkait dengan dinamika itu, Pendeta Yuliana Ata Ambu, seorang rohaniwan senior di lingkup Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS) akhirnya angkat bicara. Pada iNews Media Group, Kamis (24/4/2025) siang lalu, tokoh yang dikenal vokal itu kembali lantang berlisan untuk nyatakan empatinya.
“Nyawa manusia itu selalu berharga di mata Tuhan,” ujar Pendeta Ambu demikian dirinya mengawali pernyataan di kediamannya.
Lebih jauh Pendeta Ambu menekankan bahwa tak ada satu pun yang bisa disembunyikan dari mata kebenaran, sekeras apa pun upaya untuk menutupinya.
Pendeta Ambu mengapresiasi keberanian masyarakat, khususnya akun-akun media sosial seperti milik Buang Sine, yang secara terbuka membagikan data dan kondisi terkait kematian Axi Rambu.
“Kalau dia berani bicara, itu tandanya dia punya hati dan tentunya data,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti perlunya doa dan dukungan moral agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. “Meskipun Axi hanya seorang anak kecil, masyarakat kecil, tapi di mata Tuhan dia sangat berharga,” tuturnya dengan penuh haru.
Dalam pernyataannya, ia menyentil aparat penegak hukum termasuk Polisi, yang menurutnya kini tengah diuji kredibilitasnya di mata publik. Ia berharap aparat masih memiliki nurani dan kepekaan untuk menjalankan tugas secara jujur dan bertanggung jawab. Tentunya dengan menyikapi fenomena yang terjadi di masyarakat termasuk di media sosial.
Pendeta Yuliana Ata Ambu, minta aparat penegak hukum lebih peka terkait kembali mencuatnya harapan agar kasus kematian Axi Rambu dibuka - Foto : iNewsSumba.id/Dion. Umbu
Tak hanya itu, Pendeta Ambu juga mengangkat isu penting lain: perlindungan anak di dunia kerja. Ia mengingatkan bahwa Axi Rambu saat itu masih berusia 16 tahun.
“Ini jadi pertanyaan besar. Bagaimana bisa anak usia itu bekerja tanpa perlindungan? Sudah dilaporkan, tapi sejauh mana prosesnya?” kata dia.
Pernyataan ini menambah tekanan moral kepada pihak-pihak terkait untuk tidak hanya menyelidiki kembali penyebab pasti kematian Axi, tetapi juga memperbaiki sistem perlindungan terhadap pekerja anak.
Di tengah guncangan emosi dan simpati masyarakat, suara Pendeta Ambu menjadi pengingat bahwa suara kebenaran, meski lama dibungkam, pada akhirnya akan menggema lebih nyaring.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait