Orasi Pendeta Ini Menggetarkan Plus Ciptakan Hening Saat Demo di Kantor Bupati Sumba Timur

Dion. Umbu Ana Lodu
Orasi Pendeta Herlina Ratu Kenya di depan Bupati dan Anggota Forkopimda Sumba Timur dalam aksi demonstrasi Aliansi Rakyat Sumba Bersatu-Foto: Dion. Umbu Ana Lodu

WAINGAPU, iNewsSumba.id – Di bawah terik matahari Waingapu yang menyengat, sejumlah pasang mata tertuju pada satu titik. Kamis (4/9/2025) siang itu, halaman Kantor Bupati Sumba Timur berubah menjadi ruang dengar yang sarat emosi. Aliansi Rakyat Sumba Bersatu tidak hanya menggelar aksi, tetapi juga membuka mimbar bagi suara-suara yang lahir dari keresahan rakyat.

Dari sekian banyak orator, ada satu suara yang tak biasa. Lembut namun tegas, penuh wibawa tapi sarat luka. Pendeta Herlina Ratu Kenya, rohaniwati Gereja Kristen Sumba (GKS), berdiri di mimbar aksi. Perempuan yang juga aktif di PERUATI Sumba Timur itu tak sekadar berorasi, melainkan mengumandangkan apa yang ia sebut sebagai suara kenabian.

“Sumba adalah bagian dari Indonesia, maka Sumba terpanggil untuk bersuara,” ujarnya membuka orasi. Kata-katanya langsung menembus telinga, seolah menjadi doa sekaligus peringatan bagi para penguasa yang duduk di kursi pemerintahan.

Herlina menegaskan bahwa bangsa ini sedang berduka. Ia menyebut negara yang seharusnya melindungi rakyat, justru sedang melukai hati mereka. Kritiknya tertuju pada wakil rakyat dan penguasa yang sibuk berpesta dengan tunjangan, sementara masyarakat dicekik pajak, inflasi, dan kerusakan alam yang menyisakan derita.

Seruan itu makin dalam ketika ia menengadah, menyebut nama Tuhan dalam kemarahannya. “Izinkan kami marah dan memanggil nama-Mu, Tuhan, untuk menjadi hakim atas penguasa yang berlaku tidak adil,” teriaknya. Suasana mendadak hening. Tak ada teriakan, tak ada sorak, hanya diam yang dalam, tanda orasi itu benar-benar menggugah.

Pendeta Herlina juga menyinggung soal keberanian rakyat yang kini dibungkam lewat penangkapan aktivis dan pengkritik. Ia meminta para pemimpin membuka telinga, menumbuhkan empati, dan segera mereformasi diri sebelum rahmat Tuhan dicabut dari mereka. Kalimat itu meluncur seperti pedang bermata dua, menyayat hati rakyat sekaligus mengetuk nurani pejabat.

Tak berhenti pada kritik nasional, Herlina menyeret isu lokal yang selama ini kerap diabaikan. Ia mendesak pemerintah daerah agar serius pada layanan dasar masyarakat, mulai dari kebutuhan pokok hingga penanganan kasus kekerasan seksual. UPTD yang dijanjikan, katanya, harus segera diwujudkan, bukan sekadar wacana.

Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network