Dari obrolan lepas para pengungsi itu, Ustad Ferry kemudian berinisatif dan mengusulkan, untuk menjadikan salah satu tenda yang dipakai khusus ibu menyusui dipakai tenda khusus para pasangan suami istri.
"Kami bersama warga sepakat memfungsikan tempat yang sebelumnya untuk ibu menyusui, dipakai tenda romantis," jelasnya.
Walau sudah disediain tempat khusus itu, diakuinya warga justru banyak yang malu –malu untukk memanfaatkannya. Walau sebenarnya oleh warga telah disepakati untuk dimanfaatkan secara bergantian. "Bahkan sempat akan dijadwalkan bergantian, namun, warga malah malu-malu dan merasa takut akan diintip orang lain," tuturnya sembari menambahkan pihaknya tida mengetahui secara pasti jumlah pasutri yang telah memakai tempat tersebut.
"Wah, tidak tahu pak, tidak di hitung," ungkapnya sambil tersenyum.
Sayangnya usia Tenda Romantis itu tidak lama. Ide yang cepat muncul seiring dengan pembangunan dan penyiapan itu ternyata sejalan dengan cepatnya Tenda Romantis menjadi tinggal cerita. Tenda Romantis tersebut terpasang tiga hari saja. Sabtu (26/11/2022) lalu keberadaanya tak kuasa melawan hadirnya tenda besar yang dibangun untuk pengungsi lainnya.
"Hilangnya Tenda Romantis bukan karena penolakan, tetapi keterbatasan lahan mengingat berdatangannya tenda- tenda yang lebih besar untuk penampungan para pengungsi lainnya," ujarnya.
Namun demikian niatan untuk kembali membangun lokasi serupa tetap dijaga. Hnaya ntuk lokasinya masih harus dirembuk kembali. "Harusnya pemerintah di setiap tenda diadakan, karena sangat penting merupakan kebutuhan manusia,” pungkas Ustad Ferry mengharapkan.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu