Niatnya untuk menempuh Pendidikan lebih tinggi terus dipeliharanya. Berbekal ijazah paket C dirinya kemudian melanjutkna ke pendidikan tinggi dan menjadi sarjana pendidikan.
“Saya dengan ijazah bidang pendidikan anak usia dini kemudian merintis PAUD. Awalnya hanya 28 anak namun kemudian berkembang. Saya terpanggil untuk buat PAUD karena saya harap sedari dini, anak-anak dan warga sini memahami pentingnya Pendidikan anak,” imbuhnya.
Kepercayaan dan simpati warga sekitar terhadap dirinya terus bertambah. Walau sempat enggan diawalnya, bahkan memilih untuk tidak hadir dalam pemilihan majelis Jemaat Gereja, dirinya justru terpilih.
“Kita merancang sebagai manusia tapi rancangan Tuhan beda dan tentunya yang terbaik. Saya dipilih jadi majelis dan kemudian waktu bergulir, saya diminta untuk maju sebagai Caleg. Saya awalnya menolak karena kemampuan finansial terbatas. Namun banyak teman serta keluarga yang menyokong saya, bahkan saya didukung ada 17 marga dan kemudian bisa terpilih dengan 1211 suara,” paparnya.
Elisabeth yang maju sebagai caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengusung tagline “Ninya Na Monung” yang berarti Pasti ada Harapan. Karena itu dirinya sebagai satu-satunya Srikandi Wakil Rakyat di Gedung Legislatif berharap bisa memperjuangkan aspirasi perempuan Sumba Timur agar dan pendidikan anak lebih baik ke depannya terutama di wilayah asal daerah pemilihannya.
Kotak Pajurung, tempat 'rumah besar' suami dan kerabat Elisabeth Kaita Lepir, perempuan yang bercita-cita jadi tukang sapu di kantor desa tapi justru jadi anggota DPRD Sumba Timur - Foto : iNewsSumba.id
“Kita masih diperhadapkan adanya anak-anak putus sekolah juga gizi kurang, buruk dan stunting. Karena itu saya berharap bsia bawa suara Masyarakat agar ke depan bisa lebih baik lagi, juga sarana dan prasarana agar warga miskin dan anak-anak yang bahkan sudah putus sekolah tidak lantas kehilangan harapan,” pungkasnya.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu