Kedua lembaga ini menilai pencabutan kartu liputan sebagai bentuk pembredelan gaya baru. “Hari ini ID yang diambil, besok bisa jadi akses informasi publik yang ditutup,” kata Irsyan.
Mereka juga menyoroti kontradiksi dengan pernyataan Presiden Prabowo sendiri yang sebelumnya berkomitmen mengevaluasi Badan Gizi Nasional (BGN). “Pernyataan presiden semestinya dilihat sebagai langkah keterbukaan, bukan malah dihalangi,” tambah Mustafa.
AJI dan LBH Pers menegaskan kasus ini bukan sekadar konflik kecil antara media dan istana. “Ini menyangkut hak publik tahu. Negara tidak boleh menutup mulut jurnalis,” tulis mereka dalam pernyataan bersama.
Desakan pun dilontarkan: Biro Pers Istana diminta mengembalikan kartu liputan DV dan meminta maaf secara terbuka. Selain itu, Presiden Prabowo didorong mengevaluasi pejabat yang mengambil keputusan kontroversial tersebut.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi babak baru pelemahan demokrasi kita,” tegas AJI Jakarta.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait