Mikroskop, Senjata Kecil yang Tentukan Nasib Eliminasi Malaria di Sumba Timur

Sistem pemantapan mutu laboratorium kini digerakkan di tiga level: internal, eksternal, dan peningkatan mutu berkelanjutan. Tujuannya untuk menjamin hasil pemeriksaan tetap akurat. Bila kualitas laboratorium melemah, maka angka kasus malaria di lapangan bisa salah terdeteksi.
Data Dinas Kesehatan mencatat, hingga Agustus 2025, ada 266 kasus malaria di Sumba Timur. Puskesmas Waingapu mencatat 34 kasus, Mahu 33 kasus, RSUD Waingapu 29 kasus, Melolo 25 kasus, Kataka 22 kasus, dan Kananggar 21 kasus. Namun, ada juga wilayah yang bebas laporan kasus, seperti Lewa, Pambotanjara, dan Tanarara.
Instruksi Bupati Nomor 320 Tahun 2025 menegaskan pentingnya diagnosis akurat. Semua kasus malaria wajib dilakukan penyelidikan epidemiologi, dan semua penduduk harus terlayani dengan pemeriksaan laboratorium yang sesuai standar nasional.
Peran mikroskop juga dipertegas dalam kebijakan nasional. Permenkes Nomor 23 Tahun 2023 menyebutkan bahwa diagnosis mikroskopis menjadi standar utama, sementara RDT dan PCR dipakai untuk situasi tertentu, seperti dugaan infeksi Plasmodium knowlesi.
Bagi analis laboratorium, pelatihan ini memberi penyegaran. Selain meningkatkan keterampilan membaca slide, mereka juga dibekali kemampuan merawat mikroskop agar tahan lama. Hal ini dianggap penting, mengingat sebagian besar puskesmas di Sumba Timur beroperasi dengan jumlah alat terbatas.
Dengan penguatan laboratorium, Sumba Timur tidak hanya mengejar target angka kasus di bawah 700 pada tahun ini, tapi juga menyiapkan fondasi menuju eliminasi malaria 2030. Sebab, eliminasi bukan hanya soal angka turun, melainkan soal mutu diagnosis yang tidak lagi diragukan.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu