Lelaki Sepuh dan Perempuan Perkasa dari Kampung ini, Bertarung Sikapi Perubahan Iklim Sumba Timur

Meski pemerintah kini mulai melirik upaya mereka, bagi warga Wundut, hal terpenting tetap kesadaran dari dalam komunitas sendiri. “Kalau pemerintah mau mendukung, tentu kami senang. Tapi yang utama adalah kami menjaga warisan leluhur ini,” ujar Khristian, diamini Lunggi dan Andung.
Jika Ritual Kacuautang sudah dijalankan namun ternyata masih ada permasalahan seperti hujan tak kunjung turun ataupun curahnya minim, Lunggi Randa menyatakan pihaknya dengan dukungan warga akan menggelar Ritual Mangapangu atau Namatwai Urangu di mata air Tap Laimada dan Kaokauki.
“Jika ritual ini kami jalankan, bahkan sejak dulu nenek moyang kami tidak pernah ada kata tidak berhasil atau tidak hujan. Pernah ada orang dari luar yang datang, tidak percaya akan turun hujan, eee setelah kami sembayang, tidak lama berselang bunyi guntur dan petir, lalu kemudian hujan. Pulangnya yang ragu itu terpeleset karena licin dan beceknya jalan oleh hujan,” urai Lunggi Randa dengan senyuman tipis dari bibirnya yang merah kehitaman oleh sirih pinah yang dikunyahnya.
Ritual Kacuautang dan lainnya tentunya membutuhkan materi tidak sedikit seperti ternak ayam atau babi dan bahan pangan lainnya. Namun semangat gotong royong yang tak hanya sebatas frasa manis, mereka jalankan hingga persoalan dan beban itu bisa lebih terasa ringan.
Bersambung…
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu