Lelaki Sepuh dan Perempuan Perkasa dari Kampung ini, Bertarung Sikapi Perubahan Iklim Sumba Timur

Sembari mengisap rokok kretek dan memakan sirih pinang, Lunggi Randa yang saat itu didampingi Andung Marambanjawa dan Khristian H Wali, dua tokoh muda Kampung Adat Wundut menegaskan komitmennya. Ketiganya solid untuk terus menjaga adat dan tradisi demi kelestarian alam dan lingkungan. Terjaganya adat dan budaya, lestarinya alam dan lingkungan, disadari mereka adalah salah satu cara untuk menyikapi perubahan iklim yang massif terjadi.
“Hutan adat, mata air dan lahan pertanian juga padang pengembalaan terus saya dan warga Kampung Adat di sini jaga dengan sepenuh hati dan bergotong royong,” timpal Lunggi Randa.
Mata air, Lunggi Randa lebih jauh menguraikan akan terjaga jika hutannya terjaga. Hewan atau ternak akan cukup rumputnya dan tidak akan masuk ke hutan dan merusakknya jika padang pengembalaan terjaga. Karena itu, sebut dia warga secara turun temurun terus menjaga dan menjalankan Ritual Kacuautang yakni sebua ritual kesepakatan yang di dalamnya ada ritual-ritual pendukung lainnya.
Lebih jauh dikisahkan mereka, Ritual Kacuautang dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Ritual atau upacara ini adalah bentuk pengukuhan hutan adat. Bagi mereka, hutan bukan sekadar bentang alam, tetapi ruang sakral yang hidup, tempat bersemayamnya nilai-nilai leluhur.
“Setelah ritual, kami lakukan penanaman pohon seperti beringin, kapilut, surian, dan injuwacu,” kata Andung Marambanjawa, salah satu tokoh muda kampung. Namun yang paling penting, kata dia, adalah kesepakatan kolektif: selama lima tahun ke depan, tak seorang pun boleh menebang pohon di kawasan hutan adat, bahkan untuk membangun rumah adat sekalipun.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu