“Beberapa kali sudah diadakan upaya penyelesaian secara bipatrit namun tidak ada kesepakatan hingga dilanjutkan dengan tripatrit ini yang berujung kesepakatan kedua pihak,” tandas Andreas.
Andreas lebih jauh mengakui sempat adanya mis antara kedua pihak dalam pertemuan itu. Bahkan sempat ada perdebatan hangat dalam hal cara pandang baik dari APINDO Cabang NTT sebagai perwakilan Perusahaan maupun dari KSPI selaku wakil dari pekerja perihal permasalahan ketenagakerjaan itu.
Ketiadaan pengadilan hubungan industrial di Kabupaten Sumba Timur juga diakui Andreas menjadi bahan pertimbangan bagi pekerja untuk menuntut lebih jauh haknya jika merasa tidak puas akan penyelesaian di tingkat tripartit. Hingga kahirnya pekerja lebih memilih untuk menyetujui kesepakatan atau jalan tengah yang ditempuh.
Sedangkan pihak Perusahaan Sindo Express yang diwakili Dody Stanley Wongso, selaku Kepala Cabang bersama tim advokasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sebagai kuasa hukum perusahaan menegaskan, kesepakatan yang sudah tercapai sebenarnya sudah bisa dilakukan sedari awal saat PHK dilakukan. Hal itu ditegasnya melalui Robi Rawis selaku Tim Advokasi APINDO.
“Diselesaikan secara kekeluargaan jadi Undang-undang tadi semua dilepas dan ada kesepakatan penyelesaian secara kekeluargaan dengan sejumlah dana. Pihak pekerja dan perusahaan lalu sepakat membuat PB namanya atau perjanjian bersama yang nantinnya disahkan di PHI, selesai,” papar Robi Rawis.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu