WAINGAPU, iNewsSumba.id – Desakan keras untuk menghentikan aktivitas tambang emas di selatan Sumba Timur mengemuka dalam Deklarasi Hari Keadilan Ekologis Sedunia, Sabtu (20/9/2025). Suara itu disampaikan langsung oleh aktivis lingkungan di hadapan Ketua DPD RI, Sultan B. Najamudin yang hadir bersama Angelo Wake Kako dan 3 anggota DPD lainnya.
Deni Karanggu Limu dari Koppesda menyampaikan bahwa wilayah yang kini jadi sasaran tambang merupakan jantung kehidupan masyarakat. Ia menilai pertambangan hanya akan mendatangkan kerusakan serius pada sumber air dan ruang hidup masyarakat adat.
“Ini yang paling penting, kami mohon dengan sangat tidak boleh ada pertambangan dalam bentuk apa pun di Pulau Sumba. Entah namanya tambang rakyat atau modern,” kata Deni tegas.
Menurutnya, sumber tangkapan air terbesar untuk Kota Waingapu berada di kawasan yang kini mulai digarap. Bila rusak, maka ancaman krisis air bersih tidak bisa dihindari. “Kalau sampai dirusak oleh pertambangan, selesailah kami,” ucapnya.
Ia menambahkan, tambang rakyat justru lebih rawan karena tidak terpantau dengan baik. Kerusakan tanah, air, hingga potensi konflik horizontal bisa terjadi sewaktu-waktu. Karena itu, ia meminta pemerintah provinsi yang berwenang memberi izin untuk menutup pintu rapat-rapat.
“Mohon disampaikan ke Gubernur karena yang punya kewenangan berikan izin adalah provinsi. Kalau dipaksakan kami yakin akan ada konflik horizontal,” jelas Deni.
Aksi penolakan itu kemudian berlanjut dalam peresmian Tugu Hari Keadilan Ekologis Sedunia di Taman Sandalwood. Aktivis membawa poster yang menegaskan sikap mereka: “NTT = Nusa Tanpa Tambang” dan “Nelayan, Tani, Ternak, Tolak Tambang di Sumba Timur”.
Selain itu, ribuan warga turut meramaikan karnaval budaya dan lingkungan sejauh dua kilometer. Dari Taman Sandalwood hingga Lapangan Pahlawan, teriakan penolakan tambang terus terdengar. Warga lintas usia menyuarakan keinginan sama: Sumba harus tetap hijau tanpa tambang.
Gerakan sosial ini menunjukkan bahwa penolakan tambang bukan hanya suara segelintir orang. Sebaliknya, ia sudah menjadi sikap kolektif masyarakat Sumba Timur yang khawatir akan kehilangan tanah dan air mereka.
Kehadiran Ketua DPD RI menjadi saksi bahwa masyarakat telah mengungkapkan keresahannya secara langsung. Publik kini menanti bagaimana sikap pemerintah pusat dan provinsi merespons tuntutan itu.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait
