WAINGAPU, iNewsSumba.id- Forum diskusi di PNLH XIV yang semula berjalan tenang mendadak riuh. Sejumlah mahasiswa DPC GMKI Sumba Timur bangkit dari kursinya, mengangkat poster, dan menyuarakan jeritan hati Kabihu (marga) Kalawua dari Desa Praimadita, Kecamatan Karera.
“Ada tanah adat yang diserobot, tanah Malai Kababa. Itu warisan leluhur yang seharusnya dilindungi, bukan dipaksa diukur,” tegas Umbu Kudu Jangga Kadu, ketua DPC GMKI Sumba Timur, saat memecah jalannya forum.
Poster bertuliskan “Lawan Mafia Tanah” dan “Kalawua Butuh Keadilan” terpampang jelas. Seruan itu bukan sekadar slogan, tetapi cermin dari konflik panjang yang disebut sudah berlangsung sejak 2021. Menurut Umbu Kudu, selepas meluapkan aspirasi warga yang disuarakannya, intimidasi dialami warga Kalawua dalam berbagai bentuk: pemanggilan paksa, interogasi diam-diam, hingga pemaksaan tanda tangan dokumen.
Lebih menyakitkan, kawasan Malai Kababa bukan tanah biasa. Di sana terdapat katoda-katoda untuk Hamayang, kuburan nenek moyang, dan jejak sejarah yang masih hidup dalam ingatan masyarakat. Setiap tahun, ritual adat digelar di tanah itu. Namun kini, ruang sakral tersebut terancam hilang.
“Bahkan 4 September lalu, sebelum pengukuran paksa dilakukan, marga Kalawua masih sempat melakukan ritual adat. Itu bukti tanah ini bukan sekadar lahan, tapi jantung kehidupan mereka,” ujar Umbu Kudu.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait
