SUMBA TIMUR, iNewsSumba.id - Perubahan iklim akibat pemanasan global sudah menjadi isu yang sangat merisaukan sejak penghujung abad ke – 20. Salah satu faktor penyebab perubahan iklim adalah efek gas rumah kaca yang sebagian besar dihasilkan oleh industrilisasi, transportasi, kebakaran hutan dan deforestasi. Anak muda sebagai generasi penerus bangsa dan dunia di masa datang perlu menyikapinya dan mengambil peran.
Rabu (25/10/2023) bertempat di aula Universitas Kristen Wira Wacana (Unkriswina) Sumba, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT menggelar diskusi dengan tema “Anak Muda Bicara Krisis Iklim di NTT”. Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber dan diikuti lebih dari 60 mahasiswa dan mahasiswi.
Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, Direktur Walhi NTT, kepada iNews.id menjelaskan alasan yang mendasari pihaknya melibatkan anak muda dalam diskusi itu. Menurutnya, pelibatan anak muda terkait dengan tema besar yang diusung yakni keadilan antar generasi yang mana visinya adalah generasi selanjutnya.
“Kita merasa bahwa kalau pengetahuan tentang iklim dan hal – hal lain yang terkait dengan ancaman dan tantangan bagi anak muda tidak mereka pahami dan kuasai dikuatirkan ke depannya anak muda bisa apatis. Padahal merekalah nanti yang dapat dan rasakan dampaknya,” tandas Umbu Wulang.
Didampingi Deddy F. Holo selaku ketua panitia kegiatan diskusi itu, Umbu Wulang lebih jauh mengungkapkan, kini perluasan isu iklim ternyata masih cenderung ekslusif. Padahal anak muda, sebut dia dimasa kini punya segala perangkat yang memudahkan mereka untuk tahu dan kemudian menyebarluaskan informasi terkait perubahan iklim.
Anak muda tandas Umbu Wulang, sudah harus mengetahui dan menyebarluaskan informasi tentang perubahan iklim dan juga mitigasi. Karena realitanya kini telah berada di depan mata.
“NTT ini sejatinya propinsi kepulauan yang mana tentunya sangat berisko menghadapi perubahan iklim dan bencana. Saat ini pulau-pulau kecil di wilayah lain di Indonesia terancam tenggelam akibat naiknya permukaan air laut yang menyebabkan sebagian wilayah daratan semakin sempit. Ingat pada 5 April 2021 lalu, siklon tropis atau badai seroja telah mengakibatkan cuaca ekstrem berdampak bencana Hidrometoerologi yang mengguncang NTT. Akibat cuaca ekstrem tersebut, banjir bandang serta tanah longsor menerjang 21 kabupaten dan kota di wilayah NTT,” paparnya.
Sejumlah narasumber yang dihadirkan diantaranya Direktur Stimulant Institute, Stepanus Makambombu, GMNI dan Elfis Umbu Katongu Retang dari Unkriswina Sumba. Para peserta juga antusias mengikuti diskusi dan melontarkan pertanyaan dan gagasan kritis juga informasi.
Ben Lalupanda dari Selaras Sumba menginformasikan perihal kekeringan yang dulunya terkesan jauh dari warga Maulumbi dan Lambanapu seiring dengan hadirnya Bedung Kambaniru dan irigasi, kini justru harus diperhadapkan situasi yang serba sulit. Bendung sebutnya telah selesai dikerjakan namun saluran irigasi belum juga rampung, hal mana sebut dia mempengaruhi usaha warga terutama petani untuk mengusahakan sawahnya. Upaya untuk mengggali dan mengoptimlkan sumur yang ada juga sebutnya telah dilakukan namun justru sumber air itu berangsur kering.
Roy Umbu Mahambilir, dari unsur GMNI mengkritisi belum optimalnya penggunaan dan pengelolaan sampah oleh instansi terkait juga masyarakat. Masyarakat sebut dia semestinya diberikan edukasi optimal tentang pengolahan sampah sehingga nantinya tidak malah menjejali Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan kemudian dibawa ke Tempat Penampungan Akhir (TPS) di Desa Laindeha.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait