get app
inews
Aa Text
Read Next : Ratusan Warga Karera Geruduk BPN dan DPRD Sumba Timur, Desak Pertahankan Hasil PRONA 2015

Krisis Solar Menghantam Lewa Raya, 8.800 Ha Sawah Terancam Gagal Tanam

Rabu, 03 Desember 2025 | 19:43 WIB
header img
Audiensi Asosiasi Petani Lewa Raya dengan DPRD Sumba Timur, Rabu (3/12/2025)-Foto: Dion. Umbu Ana Lodu

WAINGAPU, iNewsSumba.id — Awan gelap ancaman krisis pangan mulai menyelimuti wilayah Lewa Raya, Sumba Timur. Lebih dari 8.800 hektar sawah di empat kecamatan yakni Lewa, Lewa Tidahu, Nggaha Ori Angu, dan Katala Hamu Lingu, terancam gagal tanam akibat kelangkaan solar yang makin parah selama dua pekan terakhir.

Guyuran hujan yang mulai stabil sejak akhir Oktober seharusnya menjadi penanda bagi petani untuk menyalakan mesin alsintan dan memulai musim tanam padi. Namun harapan itu menguap bersama antrean panjang di SPBU yang tak kunjung berakhir. Solar hilang dalam hitungan jam, sementara petani hanya bisa berdiri melongo menunggu keajaiban.

“Kami butuh solar hanya lima sampai sepuluh liter untuk mengolah tanah. Tapi di SPBU, belum sempat kami isi, solar sudah habis duluan,” kata Yohanis Umbu Tunggu Djama, Ketua Asosiasi Petani Se-Lewa Raya, dalam audiensi di DPRD Sumba Timur, Rabu (3/12/2025) siang lalu.

Dalam pertemuan itu, para petani menyampaikan kegamangan mereka kepada unsur pimpinan dewan dan Wakil Bupati Sumba Timur, Yonathan Hani. Menurut Yohanis, jika gagal tanam sampai terjadi, konsekuensinya bukan hanya kerugian materi, tetapi juga potensi gejolak sosial yang tak bisa dianggap remeh.

“Lewa Raya ini lumbung padi Sumba Timur. Jika lahan seluas ini gagal tanam, bisa dibayangkan kekacauannya. Harga beras naik, ekonomi terguncang, dan beban warga makin berat,” tegasnya di ruang sidang utama.

Kelangkaan solar bukan hanya dirasakan petani, tetapi juga menjadi persoalan teknis di SPBU.  Hal itu juga terungkap dalam momen itu.“Begitu solar turun, langsung diserbu kendaraan besar dan jeriken-jeriken ukuran besar. Petani kalah cepat,” timpal Yohanis.

Yang lebih memprihatinkan, di luar SPBU justru beredar solar eceran dengan harga fantastis. Yohanis menengarai ada permainan pihak tertentu yang memperburuk situasi. “Di SPBU solar habis, tapi pengecer jual Rp65 ribu sampai Rp70 ribu per jeriken, isinya bahkan tidak sampai lima liter. Ini sudah tidak benar, dan tidak memanusiakan manusia,” ujarnya.

Antrean panjang truk lintas kabupaten yang bermalam di SPBU membuat petani benar-benar kehilangan akses. Mereka membutuhkan solar bukan dalam jumlah besar, melainkan dalam batas minimal untuk menjalankan alat mesin pertanian (alsintan) yang sangat krusial di awal musim tanam.


Suasana seperti ini sering terjadi di SPBU Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, NTT terutama di musim penghujan atau musim tanam-Foto: istimewa
 

Di tengah situasi genting ini, para petani mendesak pemerintah daerah bersama DPRD mengambil langkah cepat. Mereka meminta pengawasan ketat distribusi solar, prioritas untuk petani, serta penindakan jika benar terdapat mafia BBM.

“Kami tidak minta banyak. Cukup solar tersedia sesuai kebutuhan petani. Jangan sampai lumbung pangan Sumba Timur justru mati sebelum musim tanam dimulai,” pungkas Yohanis disambut aplaus sejumlah perwakilan petani lainnya yang hadir kala itu. 

Dalam kesempatan itu, turut pula hadir Elvis Karwelo, pengusaha dan petani asal Lewa yang juga merupakan Ketua Kadin Sumba Timur. Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menyampaikan analisa kebutuhan solar di musim tanam untuk wilayah Lewa Raya yakni rata-rata 35 liter solar untuk satu hektar lahan. 

"Kekurangan alokasi solar untuk petani Lewa Raya dalam rangka persiapan lahan mencapai 381.650 liter jika secara total kebutuhan solar Lewa Raya untuk kegiatan persiapan lahan sebesar 485.650 liter," urai Elvis. 

Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut