Warga Muak Rangkap Jabatan, Putusan MK Disebut Titik Balik Reformasi Kepolisian
JAKARTA, iNewsSumba.id — Riset terbaru Arini Astari dan Tim Continuum INDEF mengungkap satu fakta menarik: mayoritas warganet telah lama menyimpan rasa jenuh terhadap praktik rangkap jabatan. Karena itu, begitu Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil, gelombang apresiasi pun membuncah.
Dari 11.636 percakapan yang dianalisis dalam kurun 13–17 November 2025, publik mencatatkan 83,96 persen sentimen positif terhadap putusan MK. Mayoritas komentar menilai keputusan itu sebagai “penyejuk” setelah bertahun-tahun menyaksikan tumpang tindih kewenangan antara lembaga sipil dan aparat penegak hukum.
Sebaliknya, hanya 16,04 persen respon yang bersentimen negatif. Kelompok ini mempertanyakan komitmen pemerintah menerapkan putusan tersebut secara konsisten, serta menyesalkan lambatnya pembenahan budaya rangkap jabatan yang dianggap merusak profesionalisme institusi negara.
Arini menjelaskan bahwa kebosanan publik terhadap praktik serupa di sejumlah instansi sudah lama terakumulasi. “Netizen muak. Putusan ini jadi titik balik,” tulisnya dalam laporan tersebut. Riset menunjukkan warganet menuntut batas kewenangan antar-lembaga ditegakkan bukan sekadar sebagai norma hukum, melainkan kebutuhan reformasi yang tidak bisa ditawar.
Tiga poin apresiasi paling menonjol adalah penilaian terhadap progresivitas MK, dorongan agar putusan ini menjadi langkah awal reformasi struktural di kepolisian, dan restorasi supremasi sipil sebagai pilar demokrasi.
Namun suara publik tidak berhenti di situ. Warganet mendorong agar larangan serupa diberlakukan di TNI, bahkan lembaga antikorupsi KPK. Mereka menilai sejumlah lembaga masih mempraktikkan pola lama yang memungkinkan personel aktif menduduki jabatan strategis di luar lingkungan organisasi.
Maraknya keluhan mengenai rangkap jabatan di KPK memperlihatkan kegelisahan publik. Penempatan personel kepolisian dianggap menimbulkan konflik kepentingan yang berdampak pada performa pemberantasan korupsi.
Putusan MK ini dinilai sebagai awal dari rangkaian pembenahan lebih besar yang diharapkan publik. Ketegasan aturan itu sekaligus menjadi cermin bahwa transparansi dan akuntabilitas birokrasi tidak boleh lagi dinegosiasikan.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu