Dari Sumba Tengah Bersuara untuk Nusantara, Sabana Jadi Simbol Perlawanan Krisis Iklim

WAIBAKUL, iNewsSumba.id– Sabana Sumba bukan sekadar padang rumput yang menawan. Dalam diskusi publik menuju Pekan Nasional Lingkungan Hidup XIV, sabana diproklamasikan sebagai simbol perlawanan terhadap krisis iklim yang melanda dunia.
Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang T. Paranggi, menekankan bahwa sabana Sumba adalah salah satu sabana terbesar dan alami di Indonesia. Perannya sebagai penyerap karbon membuatnya setara dengan hutan tropis, bahkan menjadi benteng penting dalam menjaga kualitas udara dan iklim lokal.
“Kami akan dorong sabana Sumba menjadi ekosistem esensial yang dilindungi negara. Ini bukan isu lokal, tapi isu global,” ujarnya.
Kehadiran berbagai pihak – masyarakat adat, akademisi, mahasiswa, hingga pemerintah daerah – memperlihatkan sabana telah menyatukan beragam kepentingan. Dari kepentingan identitas budaya hingga kepentingan ekologis lintas generasi.
Edward Umbu Bolu mengingatkan, perubahan iklim yang kian ekstrem merupakan ancaman nyata. Banjir, kekeringan, dan cuaca tak menentu adalah konsekuensi yang sudah dirasakan langsung oleh masyarakat di daerah tropis kering seperti Sumba.
Sementara itu, Debora Rambu Kasuatu menilai sabana hanya bisa bertahan jika masyarakat adat tetap diakui. Baginya, sabana bukan hanya ekosistem, tapi juga ruang budaya yang melekat pada jati diri orang Sumba.
Fredy Umbu Bewa Guty melengkapi diskusi dengan suara generasi muda. Ia menyebut sabana adalah warisan yang harus diteruskan, bukan dihabiskan. “Pertanyaan kuncinya: maukah kita dikenang sebagai generasi yang mewariskan kerusakan?” ujarnya.
Wakil Bupati Sumba Tengah, Matinus Umbu Djoka, memastikan pemerintah daerah akan ikut mendorong langkah perlindungan ini. Menurutnya, sabana adalah harta yang tidak ternilai dan harus dijaga bersama.
Di akhir diskusi, kesepakatan bulat tercapai: sabana Sumba akan diperjuangkan agar mendapat status ekosistem esensial. Dari Sumba, pesan ini menggema ke seluruh nusantara: melindungi sabana berarti melindungi masa depan bumi.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu