Sumba Timur Krisis Kekerasan Seksual Pada Anak, Masa Depan Bahkan Nyawa Terancam!

SUMBA TIMUR, iNewsSumba.id - Sumba Timur tengah menghadapi krisis kemanusiaan yang mengerikan. Sejak 2017 hingga 2024, lebih dari 380 kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan, dengan 73% di antaranya merupakan kekerasan seksual. Fakta ini menegaskan bahwa anak-anak di wilayah ini berada dalam situasi yang sangat rentan, dengan pelaku yang sering kali masih berkeliaran bebas.
Dalam rilis Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumba Timur yang diterima iNews Media Group Kamis (27/2/2025) disebutkan, ada tiga kasus terbaru mengungkap bagaimana sistem hukum dan perlindungan sosial masih jauh dari harapan:
Korban Terpaksa Mengungsi, Pelaku Bebas Berkeliaran
Seorang anak yang mengalami kekerasan seksual pada September 2024 telah melaporkan kasusnya ke Polres Sumba Timur sejak Oktober. Ironisnya, hingga Februari 2025, terduga pelaku masih bebas, meskipun ia telah mengakui perbuatannya di hadapan aparat desa. Akibat ketakutan, korban dan keluarganya harus mengungsi dan hidup dalam ketidakpastian. Lebih menyedihkan, mereka justru disalahkan oleh masyarakat sekitar karena berani melaporkan kejadian ini.
Ayah Kandung Menjadi Predator, Keluarga Kehilangan Tempat Tinggal
Seorang siswi SMA di pedalaman Sumba Timur mengalami pemerkosaan berulang kali oleh ayah kandungnya sejak kelas 3 SMP. Laporan sudah dibuat pada Januari 2025, tetapi penanganan berjalan lamban. Tidak hanya itu, pelaku bahkan kembali menganiaya adik laki-lakinya, memaksa ibu dan anak-anaknya untuk mengungsi hanya dengan pakaian di badan. Kini, mereka ditampung oleh seorang relawan, sementara pemerintah sama sekali belum memberikan perhatian atau bantuan.
Menumpang Demi Sekolah, Malah Mengandung Akibat Kekerasan
Seorang siswi SMP yang menumpang di rumah orang lain demi bisa bersekolah malah mengalami kekerasan seksual hingga hamil. Akibat trauma yang mendalam, ia sering pingsan dan saat ini harus mendapatkan perlindungan khusus. Meski kasusnya telah dilaporkan dan diproses, pertanyaan besar tetap menggantung: mengapa kasus-kasus seperti ini terus terjadi tanpa pencegahan yang berarti?
Ketua LPA Sumba Timur, Anto Kila mengatakan, kasus-kasus ini hanyalah puncak gunung es dari kekerasan seksual terhadap anak di Sumba Timur. Banyak korban memilih diam karena takut terhadap stigma dan lambannya penanganan aparat penegak hukum (APH). Diperkirakan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) kewalahan dengan beban kasus yang terus meningkat.
LPA Sumba Timur menuntut tindakan nyata dalam bentuk :
Hukuman Tegas bagi Pelaku: Aparat harus segera menindaklanjuti laporan tanpa penundaan.
Dukungan Nyata dari Pemerintah: Penyediaan rumah aman dan bantuan psikososial yang layak bagi korban.
Pendidikan dan Sosialisasi: Mengajak masyarakat untuk mendukung korban dan memahami pentingnya melaporkan kekerasan seksual.
Sistem Perlindungan Berbasis Komunitas: Kolaborasi antara tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan organisasi sosial.
Anak-anak adalah masa depan bangsa. Kita tidak boleh diam ketika mereka diperlakukan dengan keji. Hukum harus berpihak kepada korban, bukan pelaku. Saatnya pemerintah dan aparat benar-benar hadir untuk melindungi mereka!
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu