“Saya juga merasa lebih fit dan kondisi tubuh lebih enak. Awalnya memang tidak mudah karena mau makan harus lapor, ada yang harus dikurangi, ada yang harus ditambah. Tapi ini masalah kebiasaan saja. Lagi pula, ini adalah konsekuensi dari pilihan saya menjadi petinju profesional,” ungkap petinju asal kampung Kallu, Sumba Timur, NTT ini.
Kepada wartawan, tim ahli gizi dan nutrisi menyatakan, guna hasil optimal, tim nutrisi olahraga selalu berkoordinasi dengan pelatih terkait program latihan. Selain itu juga juga memantau parameter fisik Hebi secara berkala, seperti berat badan, persentase lemak juga massa otot.
“Jika Hebi dalam tahap latihan intensitas tinggi, kami rekomendasikan pemenuhan protein. Kami juga menjauhi sauna dan diet ketat. Kami bukan pesulap atau dukun. Kami bekerja berdasarkan target. Penurunan berat badan dilakukan secara gradual hingga waktu bertanding. Kami juga selalu memantau supaya jika target tidak tercapai kami tahu masalahnya ada di mana,” urai Nazhif.
Ditambahkan Mury, dalam menyusun program gizi, mereka tidak banyak mengubah menu yang dikonsumsi Hebi. Bagi kedua ahli nutrisi, pada prinsipnya gizi yang tepat tidak memerlukan bahan makanan yang mahal. Karena bisa didapatkan dari bahan makanan yang ditemui sehari-hari. Selain itu, penurunan berat badan dilakukan dengan cara yang aman dan tanpa mengalami dehidrasi pada saat bertanding.
“Ini analogi yang sederhana. Coba bayangkan, mobil sport seperti Ferrari diisi bahan bakar premium. Pasti performanya tidak akan maksimal. Atau, diisi solar. Jadinya malah rusak. Jadi jika ingin performanya optimal, bahan bakar harus tepat. Contoh lain yang juga sering terjadi adalah kapasitas tangki 40 liter, tapi hanya diisi 10 liter. Akibatnya bisa kencang tapi tidak sampai finis,” papar Mury yang menjabat sebagai ketua program studi ilmu gizi Universitas Esa Unggul.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu