“Grup ini dibentuk sebagai ruang silaturahmi dan aspirasi masyarakat. Admin sudah menetapkan 10 aturan, dan setiap anggota bebas memposting. Namun, tanggung jawab isi konten tetap berada pada individu, bukan pengelola grup,” jelasnya.
Tudingan bahwa admin membiarkan postingan yang menghina kepala daerah, lanjut Hilarius, tidak berdasar. Ia bahkan menyebut bahwa pelaporan FPMS bisa mengarah pada praktik pembungkaman kritik di ruang publik.
“Kalau begini, siapa pun yang mengkritik bisa langsung dilaporkan ke polisi. Ini bisa mengancam iklim demokrasi di Sikka,” ujarnya.
Hilarius juga menyebut laporan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Kalau pun ada yang merasa dirugikan oleh postingan itu, mestinya yang melapor adalah yang bersangkutan langsung, bukan FPMS. Ini jadi preseden buruk,” tambahnya.
Sebagai penutup, Hilarius mengingatkan FPMS untuk lebih memahami aspek hukum dalam bertindak. “Ini jadi pembelajaran agar mereka belajar lagi soal legal standing sebelum membawa urusan publik ke ranah hukum.”
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait