SUMBA TIMUR, iNewsSumba.id – Sebanyak 100 warga Desa Laipandak, Kecamatan Wulla Waijillu mengirim surat klarifikasi dan pernyataan sikap pada Bupati, DPRD dan Kapolres Sumba Timur, NTT. Hal itu menyusul langkah Bripka Faisal Kasman, Kanit Buser Polres Sumba Timur bersama anggotanya Bramanto Ageng Pambudi melakukan ‘penyitaan’ ataupun pengambilan uang senilai lebih dari Rp13,2 juta dan beberapa dokumen lainnya terkait dengan proses pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa itu.
Dalam surat bertanggal 28 januari 2024 yang tembusannya juga diterima iNews.id itu disebutkan bahwa disaat proses pengukuran pada tanggal 26 Januari 2024 Panitia mendapatkan hambatan dari pihak Polres Sumba Timur dengan dalil tuduhan pungli yang diadukan oleh oknum warga. Selanjutnya kedua oknum aparat tersebut melakikan penyitaan aset panitia yang terdiri dari uang tunai pecahan Rp100 ribu sebanyak 132 lembar, uang pecahan Rp50 ribu sebanyak 1 lembar dan uang pecahan Rp10 ribu sebanyak 1 lembar. Tidka hanya itu juga disita aatu lembar kwitansi pengeluaran uang jasa masak, satu lembar kuitansi pengeluaran uang ongkos pembuatan pilar, satu lembar kuitansi pengeluaran uang makan minum, dan satu lembar kuitansi pengeluaran uang ongkos pengangkutan pipa. Juga satu lembar nota pembelian kwas dan cat, nota bpmbelian pipa 2 dim, nota pembelian materai sepu!uh ribu masing-masing 1 lembar dari tangan Metosalak Malung Lakingunju selaku Bendahara Tim/Panitia.
Ketua BPD Laipandak, Stanislaus Ngguli Lidu yang mengantar langsung surat itu Selasa (30/1/2024) siang lalu kepada iNews.id menyatakan harapan warga agar pihak Polres mengembalikan aset panitia yang telah disita itu. Juga dengan hormat memohon Bupati Sumba Timur dan DPRD untuk segera meminta klarifikasi kepada Kapolres Sumba Timur terkait hal itu.
“Jujur kami resah dan kehilangan harapan. Pasalnya kami di Desa sudah sepakati semuanya dan tidak merasa dilakukan pungli oleh Pemerintah Desa. Kami dengan kerelaan mengumpulkan uang guna kelancaran proses PTSL. Tapi dengan penyitaan itu justru membuat gaduh di Desa,” tandas Stanislaus.
Dihubungi terpisah, Gerardus Nggau Behar, Kepala Desa Laipandak mengakui proses kesepakatan dan kerapatan yang dilakukan warga desa sehubungan dengan pelaksanaan PTSL itu sama sekali tidak diintervensinya. Pihaknya hanya sekedar hadir dan mengikuti jalannya kerapatan yang kemudian membuahkan sejumlah kesepakatan.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait