Pengusaha Kuliner Maumere Melawan: Pajak 10 Persen Dinilai Membunuh Usaha Kecil

MAUMERE, iNewsSumba.com – Suasana damai mendadak berubah menjadi suara-suara lantang di halaman Gedung DPRD Sikka, Kamis (17/7/2025). Puluhan pelaku usaha kuliner di Kota Maumere, dari pemilik warung tenda hingga pengusaha rumah makan berkumpul dalam satu barisan: menolak kebijakan Pemkab Sikka soal pajak 10 persen untuk jasa makanan dan minuman.
Mereka bukan datang untuk membuat gaduh. Mereka datang membawa harapan agar pemerintah membuka mata, bahwa satu regulasi bisa membunuh banyak dapur rakyat. Forum Warung Makan Maumere Bersatu (FW2MB) memimpin aksi damai dengan long march dari Lapangan Kota Baru menuju kantor DPRD. Suara mereka keras, tapi pesan mereka jelas:
"Kami tak menolak bayar pajak, tapi jangan kami yang harus menanggung beban dari konsumen!"
Koordinator aksi, Ifan Baba Hendriques, berbicara mewakili keresahan banyak orang. “Perda ini membuat kami serba salah. Naikkan harga, konsumen lari. Tak naikkan harga, kami rugi. Kalau tidak setor pajak, izin usaha dicabut. Di mana keadilannya?” kata Ifan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD dan Pemda Sikka.
Surat Bupati Sikka Nomor: Bapenda.970/411/VII/2025, yang diteken langsung oleh Bupati Juventus Prima Yoris Kago pada 10 Juli 2025, menjadi pemantik gejolak. Aturan itu menetapkan pungutan 10 persen untuk restoran, rumah makan, dan warung. Tapi sayangnya, Perda Nomor 5 Tahun 2023 yang melandasinya dianggap pincang. Tidak ada sanksi untuk konsumen yang menolak bayar. Tidak ada perlindungan untuk pelaku usaha yang diminta memungut.
Lebih parah lagi, beberapa pelaku usaha mengaku mendapat intimidasi dari Bapenda. Ancaman pencabutan izin usaha menjadi senjata menekan mereka agar patuh. Padahal, kata Ifan, bukan soal patuh atau tidak, tapi soal logika dan keadilan dalam pelaksanaan pajak.
DPRD Kabupaten Sikka akhirnya menyuarakan sikap. Ketua DPRD Stef Sumandi mengatakan bahwa Perda ini memang belum dipahami oleh semua pihak. Ia mendesak Pemda melakukan sosialisasi intensif dan menyeluruh agar tidak ada lagi kesalahpahaman di lapangan.
Sekda Sikka, Adrianus Firminus Parera juga mengakui perlunya pendekatan komprehensif dalam penerapan perda tersebut. “Kami akan evaluasi kembali. Ini butuh dialog, bukan hanya penegakan,” katanya.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap proses dialog, seluruh warung makan di Kota Maumere sepakat kembali buka mulai 18 Juli 2025. Tapi, percayalah, cerita ini belum usai. Perjuangan mereka masih panjang, sebab keadilan kadang harus dicari dari jalanan.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu