SUMBA TIMUR, iNewsSumba.id – Program Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh Dosen dan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dilaksanakan pada tanggal 20 hingga 25 Juni 2024 lalu. Dalam kegiatan itu, para akademisi itu memfokuskan pada pemetaan proses pembuatan tenun ikat secara keseluruhan yang meliputi supplier, input process, output, dan customer (SIPOC).
Tidak hanya itu, para pengrajin tenun ikat yang menjadi sasarannya juga diperkenalkan teknik pengambilan foto dan video yang menarik guna mendukung proses penjualan secara online. Kegiatan itu mendapatkan support dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur.
Dalam kesempatan mempresentasikan hasil dari kegiatan yang dilaksanakan 5 orang mahasiswa ITB didampingi 2 dosen pembimbingnya di ruang kerja Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur, Selasa (25/6/2024) siang lalu, juga dipaparkan tantangan yang dihadapi para pengrajin tenun ikat yang terkategori Industri Kecil dan Menengah itu.
Tantangan itu diantaranya, sejak dan paska Pandemi Covid 19, produksi dan penjualan menurun signifikan. Juga hambatan akses antara pelaku IKM dan pembeli. Selain itu masih terbatasnya pengetahuan para pelaku IKM tenun ikat Sumba Timur akan pengembangan bisnis dan pemasaran.
Adapun yang menjadi sasaran dalam kegiatan itu diungkapkan Moses Marteric, salah satu mahasiswa dalam presentasi yang juga dihadiri oleh sejumlah staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur yakni para pengrajin Tenun Ikat di Desa Kambatana, Kelurahan Mauliru dan Kelurahan Kawangu serta Rumah Tenun. Khusus terkait SIPOC ditegaskan Irfan Taufikurrahman, mahasiswa yang ikut pula dalam kegiatan itu, digunakan sebagai fase awal proses perbaikan atau pengembangan untuk memastikan seluruh elemen penting telah dipertimbangkan.
Para mahasiswa dan dosen pembimbingnya menyadari penuh, kain tenun ikan Sumba Timur adalah salah satu warisan budaya yang sangat berharga. Proses pembuatan kain juga diakui menggunakan cara tradisional dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, peran kaum perempuan terkhususnya para ibu sangat penting dalam lestarinya tradisi itu, juga jadi salah satu kegiatan untuk mempererat hubungan sosial.
Para mahasiswa ini mengakui, sebelumnya hanya mendengar dan melihat sekilas informasi seputar kain tenun ikat Sumba Timur. Namun setelah berinteraksi langsung dengan para pengrajin barulah mereka menyadari panjangnya proses kain tenun ikat Sumba Timur itu dihasilkan menjadi sebuah maha karya yang punya cerita historis di baliknya.
Terkait hal itu, Ida Bagus Putu Punia, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur menegaskan, Kain tenun ikat Sumba Timur punya keunikan tersendiri yang pantas untuk menjadi kebanggaan juga dilestarikan.
Lima Mahasiswa ITB mempresentasikan hasil kegiatan Pengabdian ke Masyarakat di ruang kerja Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur - Foto kolase : iNewsSumba.id
“Dari aspek pewarnaan kain, pengrajin menggunakan bahan-bahan alami seperti akar mengkudu yang menghasilkan warna merah dan daun nila yang memberikan warna biru. Walau kini ada juga yang telah gunakan pewarna kimiawi. Keunikan kain tenun ikat tidak hanya terletak pada proses pewarnaannya, tetapi juga pada pola-pola yang dihasilkan. Pola-pola tersebut menangkap sejarah dan simbolisme kepercayaan masyarakat Sumba Timur, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi yang mendalam,” papar Ida Bagus.
Untuk diketahui, hasil dari pengumpulan data dan analisis SIPOC para mahasiswa dan dosen itu juga disajikan dalam bentuk audio-visual dan buku (booklet) yang menggambarkan hasil temuan-temuan itu. Mereka berharap nantinya bisa dijadikan referensi pihak lain juga mendapatkan respon balik dari Dinas terkait dalam rangka meningkatkan produksi, penyediaan bahan baku juga peningkatan pengetahuan akan akses pemasaran online dan offline dari para pengrajin guna peningkatan ekonominya.
Mahasiswa yang ambil bagain dalam kegiatan Pengabdian pada Masyarakat itu yakni Irfan Taufikurrahman(Manajemen Rekayasa) Vanissa Maudyna (Teknik Industri) Moses Marteric (Manajemen Rekayasa) dan Rachel Eilena (Perencanaan Wilayah dan Kota) serta Jesseline Sabas (Desain Interior). Sedangkan dua dosen pembimbingnya yakni Iwan Inrawan Wiratmadja dan Mohammad Mi’radj Isnaini.
“Melalui program pengabdian masyarakat ini, diharapkan kain tenun ikat Sumba Timur dengan pewarna alami dapat terus dilestarikan dan bahkan berkembang. Khusus bagi generasi muda sebagai penerus perlu untuk terus mendorong peenggunaan dan pelestariannya. Khusus untuk output dari kegiatan ini jika nantinya bisa diterima dan diapresiasi positif oleh kampus, ke depannya kami biasa kembali lagi ke Pulau Sumba,” tandas Mohammad Mi’radj Isnaini.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu