Namun, situasi kembali memanas pada September 2025. Dua aliansi, yakni GMKI dan AMAN, menggelar aksi dalam kegiatan WALHI di Gedung MPL Payeti dengan membawa poster bertuliskan antara lain “Selamatkan Tanah Ulayat Kalawua” dan “Lawan Mafia Tanah”. Menurut Aris, aksi tersebut tidak hanya berhenti di lapangan, tetapi juga menjalar ke media sosial dengan berbagai unggahan yang menuduh keluarga Nggoti sebagai pelaku perampasan tanah.
“Framing negatif di media sosial telah mencederai nama baik keluarga kami. Tuduhan-tuduhan tanpa dasar itu sangat melukai harkat keluarga besar Nggoti yang selama ini patuh pada hukum dan administrasi negara,” tegas Aris.
Pengacara muda potensial itu lebih jauh menambahkan, perbuatan tersebut berpotensi melanggar Pasal 27A dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur soal pencemaran nama baik dan penyebaran ancaman elektronik. Selaku Kuasa hukum, Aris menyatakan akan mengambil langkah hukum bila serangan digital tersebut terus berlanjut.
“Kami menghormati kebebasan berpendapat, tetapi ketika fitnah menggantikan fakta, hukum harus bicara. Tidak ada ruang bagi ujaran kebencian di ruang publik yang menyesatkan,” ujarnya menutup pernyataan.
Konferensi pers tersebut menjadi penegasan resmi dari pihak keluarga bahwa mereka akan terus mempertahankan hak atas tanah yang telah disertifikasi negara, sembari berharap agar publik tidak mudah terseret arus informasi yang belum tentu benar.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait
