WAINGAPU, iNewsSumba.id— Sengketa kepemilikan tanah di wilayah Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, kembali mencuat ke publik. Kuasa hukum Keluarga Besar Nggoti (marga Nipa), Aris Manja Palit, menegaskan bahwa sertifikat tanah yang terbit melalui program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) pada tahun 2014 adalah sah secara hukum dan melalui proses resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumba Timur.
Pernyataan itu disampaikan Aris Manja Palit dalam konferensi pers di Waingapu, didampingi oleh Umbu Radja, Umbu Amar Bala Nggiku, dan Yohanis Mbakurawa selaku Kepala Desa Praimadita di Kampung Baru, Kelurahan Kambadjawa, Selasa (28/10/2025) siang lalu.
Ditegaskan Aris saat itu, sejak pengukuran awal tanah di tiga desa yakni Praimadita, Ananjaki, dan Nggongi, seluruh proses dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat.
“Tidak ada keberatan dari masyarakat ketika pengukuran dilakukan oleh pihak BPN. Semua prosedur dijalankan sesuai aturan, hingga sertifikat resmi atas nama Keluarga Besar Nggoti diterbitkan,” tegas Aris.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Setelah Umbu Yadar (Ayah dari Umbu Radja dan Umbu Amar,-red) dan merupakan salah satu ahli waris keluarga Nggoti, meninggal dunia pada 8 Juli 2019, muncul seorang bernama Nggaba Tarabiha yang disebut melakukan penyerobotan dengan memagari lahan seluas 48 hektare. Perbuatan itu dilaporkan ke pihak kepolisian dan berujung pada proses hukum di Pengadilan Negeri Waingapu.
Menurut Aris, pengadilan memutuskan bahwa tindakan penyerobotan tersebut terbukti melanggar hukum. “Putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan bersalah, dan itu memperkuat fakta bahwa objek tanah dimaksud adalah sah milik Keluarga Besar Nggoti,” ujarnya.
Namun persoalan belum berhenti. Tahun 2023, muncul kembali sekelompok orang, sekitar 10 orang sebut Aris yang mengaku berasal dari suku atau marga Kalawua, dan mengklaim tanah tersebut sebagai milik mereka. "Mereka bahkan menancapkan papan bertuliskan ancaman bagi siapa saja yang memperjualbelikan atau menyewakan lahan itu, disertai aksi penebangan pohon serta pembakaran lahan di sekitar Pantai Malaikababa," paparnya.
Keluarga Nggoti kembali menempuh jalur hukum dengan melapor ke Polsek Karera dan Polres Sumba Timur. Setelah melalui proses mediasi, kedua belah pihak akhirnya mencapai titik damai. “Keluarga kami memilih jalan maaf demi ketenangan bersama, karena kami percaya hukum tetap berjalan dengan bukti yang kuat,” tutur Aris.
Namun, situasi kembali memanas pada September 2025. Dua aliansi, yakni GMKI dan AMAN, menggelar aksi dalam kegiatan WALHI di Gedung MPL Payeti dengan membawa poster bertuliskan antara lain “Selamatkan Tanah Ulayat Kalawua” dan “Lawan Mafia Tanah”. Menurut Aris, aksi tersebut tidak hanya berhenti di lapangan, tetapi juga menjalar ke media sosial dengan berbagai unggahan yang menuduh keluarga Nggoti sebagai pelaku perampasan tanah.
“Framing negatif di media sosial telah mencederai nama baik keluarga kami. Tuduhan-tuduhan tanpa dasar itu sangat melukai harkat keluarga besar Nggoti yang selama ini patuh pada hukum dan administrasi negara,” tegas Aris.
Pengacara muda potensial itu lebih jauh menambahkan, perbuatan tersebut berpotensi melanggar Pasal 27A dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur soal pencemaran nama baik dan penyebaran ancaman elektronik. Selaku Kuasa hukum, Aris menyatakan akan mengambil langkah hukum bila serangan digital tersebut terus berlanjut.
“Kami menghormati kebebasan berpendapat, tetapi ketika fitnah menggantikan fakta, hukum harus bicara. Tidak ada ruang bagi ujaran kebencian di ruang publik yang menyesatkan,” ujarnya menutup pernyataan.
Konferensi pers tersebut menjadi penegasan resmi dari pihak keluarga bahwa mereka akan terus mempertahankan hak atas tanah yang telah disertifikasi negara, sembari berharap agar publik tidak mudah terseret arus informasi yang belum tentu benar.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait
