JAKARTA, iNewsSumba.id-Indonesia tengah menghadapi paradoks. Di satu sisi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan APBN 2026 yang lebih sehat, tanpa kenaikan tarif pajak, dengan defisit hanya 2,48 persen dari PDB. Di sisi lain, gelombang kerusuhan merusak fasilitas publik dengan kerugian hampir Rp900 miliar.
Fiskal sehat dan gejolak sosial seolah berjalan di rel yang berbeda. Sri Mulyani berbicara tentang keringanan pajak UMKM, bebas PPN untuk pendidikan dan kesehatan, serta digitalisasi pajak untuk menekan kebocoran. Namun di jalanan, massa justru membakar gedung DPRD Makassar dan merusak Gedung Negara Grahadi.
Kementerian Pekerjaan Umum pun terpaksa menyiapkan dana darurat Rp900 miliar untuk memperbaiki kerusakan. Menteri Dody Hanggodo memastikan anggaran ini tidak akan mengganggu proyek strategis, meski efisiensi pembangunan jalan tol kini makin terasa.
Presiden Prabowo Subianto mengambil peran menenangkan publik. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam provokasi dan mempercayakan penanganan situasi kepada pemerintah.
Kontras inilah yang menciptakan dilema. Bagaimana mungkin negara bisa menjaga disiplin fiskal jika di saat yang sama harus menambal kerusakan akibat kerusuhan massal?
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait