get app
inews
Aa Text
Read Next : Polres Sumba Timur Serius Lidik Proyek Pasar Prailiu, Kadis, Kaban hingga Kabag Dimintai Keterangan

Rp285 Triliun Menguap di Balik Asap Kilang: Jejak Korupsi Pertamina Era 2018–2023

Kamis, 09 Oktober 2025 | 20:58 WIB
header img
Kilang Minyak milik Pertamina - Foto: Pertamina

JAKARTA, iNewsSumba.id — Di balik gemerlap industri energi nasional, tersingkap kabut tebal dugaan korupsi yang menyeret eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Nilainya tidak tanggung—mencapai Rp285 triliun. Angka fantastis ini terkuak dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, Riva bersama dua mantan pejabat lain, yakni Maya Kusuma dan Edward Cone, diduga melakukan rekayasa tata kelola minyak mentah dan produk kilang sejak 2018 hingga 2023. Aksi itu menimbulkan kerugian besar bagi negara dan perekonomian nasional.

“Kerugian tersebut merupakan bagian dari kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar USD2,732,816,820,63 dan Rp25.439.881.674.368,30,” ujar jaksa di ruang sidang.

Namun angka itu baru separuh dari total kerugian. Jaksa mengungkap, dampak ekonomi akibat penggelembungan harga BBM impor mencapai Rp171,9 triliun, ditambah keuntungan ilegal (illegal gain) senilai USD2,6 miliar atau sekitar Rp43,3 triliun. Total kerugian negara pun menembus Rp285 triliun.

“Kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293,00 merupakan kemahalan harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi dan keuntungan ilegal dari selisih harga impor,” lanjut jaksa.

Dalam dakwaan, Riva disebut melanggar Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia diduga mengabaikan ketentuan yang mewajibkan Pertamina memprioritaskan minyak mentah dalam negeri sebelum impor.

Hasil penyidikan Kejagung menunjukkan adanya pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir. Produksi kilang sengaja diturunkan agar impor terlihat perlu. Bahkan, pasokan minyak mentah dari kontraktor dalam negeri (KKKS) disebut-sebut ditolak tanpa dasar hukum.

Langkah itu membuka ruang lebar bagi pihak-pihak tertentu mengatur jalur impor. Broker penyedia minyak mentah pun ditunjuk tanpa mekanisme resmi. “Pengondisian itu menyebabkan impor meningkat dan harga membengkak,” ungkap jaksa.

Kini, publik menanti sidang lanjutan yang akan menguji sejauh mana tanggung jawab hukum Riva Siahaan dan koleganya. Di balik bilik pengadilan, terbayang kembali satu pertanyaan besar: seberapa mahal harga dari kelengahan tata kelola energi negeri ini?

Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut