Sabana Sumba, Surga yang Terancam Api dan Konversi Lahan

WAIKABUBAK, iNewsSumba.id-Bagi orang Sumba, sabana bukan sekadar lanskap. Ia adalah rumah bagi kuda-kuda, padang penggembalaan, juga habitat spesies endemik yang hanya ada di tanah Humba. Namun di balik keindahannya, sabana kini dikepung ancaman serius.
Diskusi publik bertema “Urgensi Keadilan Ekologis di Pada Eweta Manda Elu” di Kampung Ratewana, Jumat (5/9/2025), menempatkan sabana sebagai salah satu isu utama. Yanto Behar Nggali Mara, advokat adat yang juga pemateri, menegaskan bahwa sabana sering terabaikan dalam kebijakan konservasi.
“Konversi lahan, kebakaran, dan perubahan iklim terus menggerus sabana. Padahal, nilainya ekologis, budaya, sekaligus ekonomi,” ujarnya.
Menurut Yanto, peluang hukum sebenarnya terbuka. Penetapan sabana sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) bisa dilakukan sesuai Permen LHK No. P.29/2016. Bahkan, instrumen lain seperti UU Lingkungan, tata ruang, hingga perhutanan sosial bisa menjadi payung. “Tinggal kemauan politik dan konsistensi masyarakat adat,” tegasnya.
Kepala Desa Tebara, Marthen Ragowino Bira, melihat sabana bukan hanya soal ekologi, tapi juga peluang ekonomi. Ia mendorong pemanfaatan potensi lokal yang tetap ramah lingkungan. “Kebersihan harus dijaga, tapi ekonomi masyarakat jangan ditinggalkan,” pesannya.
Bagi masyarakat adat, sabana adalah nadi peradaban. Di sanalah ternak dipelihara, ritual adat dijalankan, dan cerita leluhur diwariskan. Kehilangan sabana sama artinya dengan memutus rantai sejarah.
Dalam forum tersebut, Wakil Bupati Sumba Barat, Thimotius Tede Ragga, juga menyinggung masalah sabana. Ia menyebut bahwa hutan dan sabana kini semakin sulit dipertahankan. “Kalau kita biarkan, generasi depan akan menanggung akibatnya,” katanya.
Diskusi yang diinisiasi WALHI NTT itu akhirnya menyepakati bahwa sabana harus mendapat perlindungan setara dengan ekosistem lain. Sebuah suara kolektif dari Ratewana menggema: sabana bukan padang kosong, ia adalah warisan yang harus dijaga.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu