Sabana Sumba Timur di Persimpangan: Warisan atau Korban Pembangunan?

WAINGAPU, iNewsSumba.id– Sabana di Sumba kini berada di persimpangan. Apakah ia akan tetap menjadi warisan yang dijaga, atau justru menjadi korban ekspansi pembangunan? Pertanyaan itu mengemuka kuat dalam forum Pekan Nasional Lingkungan Hidup XIV WALHI, Kamis (18/9/2025) siang lalu.
Bupati Sumba Timur, Umbu Lili Pekuwali, dalam kapasitasnya sebagai narasumber, membuka realitas itu. Ia menyebut sabana memikul tujuh sendi kehidupan yang saling terkait: ekologi, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, politik adat, dan spiritual. Semua itu tengah terancam bila pembangunan tidak berpihak pada kelestarian.
“Perlindungan sabana harus ditempatkan sebagai bagian integral dari pembangunan berkelanjutan,” tegasnya. Menurutnya, sabana adalah ruang yang menyatukan manusia, alam, dan tradisi.
Diskusi itu menjadi semakin menarik karena tidak hanya diisi oleh kepala daerah. Bupati Sumba Barat Daya, Ratu Ngadu Bonu Wulla, Direktur Eskekuitf WALHI NTT, Umbu Wulang TA Paranggi dan Rektor Universitas Kristen Wira Wacana, Maklon F. Kila turut memberikan pandangan. “Sabana adalah warisan bersama. Melindunginya berarti menjaga masa depan generasi Sumba,” ujar Bupati Sumba Barat Daya.
WALHI NTT menekankan soal gerakan kolektif. “Gerakan perlindungan sabana tidak bisa hanya dikerjakan pemerintah atau masyarakat sendiri, tetapi harus menjadi gerakan bersama, dari desa hingga nasional,” kata Umbu Wulang.
Rektor Universitas Kristen Wira Wacana menambahkan perspektif akademik. Menurutnya, dunia kampus perlu hadir mengkaji sabana secara ilmiah, sekaligus memastikan pengetahuan lokal tentang sabana diwariskan melalui kurikulum.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu