JAKARTA, iNewsSumba.id – Draf revisi RUU Penyiaran terus mengundang kecaman dan nada kritis dari aneka pihak. Betapa tidak, dalam draf itu salah satu poinnya dalah melarang jurnalisme investigasi. Mantan Mantan Menko Polhukam yang juga dikenal sebagai Mantan Ketua MK dan pakar hukum tata negara, Mahfud MD juga melontarkan kritik tajam.
"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani," beber Mahfud, Rabu (15/5/2024) lalu.
Larangan itu tambah Mahfud sebagai kekeliruan. Kerja jurnalistik seperti halnya melakukan jurnalisme investigasi adalah sama dengan melarang orang melakukan riset.
"Sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan, cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," ungkapnya.
Mahfud juga menyatakan idealnya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers dan UU Pidana, bukan dibuat dengan didasari kepentingan.
"Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa," tegas Mahfud.
Dewan Pers juga menegaskan Draf RUU Penyiaran itu jika disahkan kemudian berpotensi melahirkan produk-produk jurnalistik yang tidak berkualitas. Juga tentunya tidak profesional dan independen.
Diskusi Publik di Dewan Pers terkait revisi RUU Penyiaran - Foto : MPI
"Dewan Pers berpandangan perubahan ini diteruskan sebagian aturannya akan menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen," ungkap Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers di Jakarta, Selasa (14/5/2024) lalu dalam gelaran konferensi pers.
Sebelumnya Ninik mengatakan, RUU itu tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform. Juga sebut dia, RUU Penyiaran menyalahi putusan MK nomor 91/PUU-XIII/2020 bahwa penyusunan sebuah regulasi harus banyak yang terlibat dan berpartisipasi didalamnya.
"Dewan Pers dan konstituen selaku penegak Undang-undang nomor 40 tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU ini," tegas Ninik.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu