Waspada Potensi El Nino dan Dampaknya, NTT Diprediksi Alami Kemarau Lebih Awal

JAKARTA, iNewsSumba.id - Badan Meteorolog Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut 50-60 persen fenomena El Nino berpotensi terjadi pada semester dua 2023. Terkait dengan hal itu, kewaspadaan akan terjadinya kekeringan perlu mejadi pencermatan Pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat maupun di daerah diminta mewaspadai risiko bencana kekeringan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Minggu (26/3/2022) menjelaskan El Nino umumnya memberikan dampak berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia dan berpotensi menimbulkan kekeringan.
Dwikorita lebih lanjut menguraikan, wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal pada April 2023 meliputi NTT, Bali dan NTB, juga sebagian besar Jawa Timur. Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada Mei 2023 meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, dan Papua bagian selatan.
Adapun Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatra Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, Sumatera Barat, juga sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara diprediksi alami kemarau pada Juni 2023 mendatang.
"Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan serta kekurangan air bersih," tandasnya, sembari menekankan situasi itu memerlukan aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari 3 tahun terakhir.
Pemerintah daerah dan masyarakat diminta lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.
Dikesempatan yang sama, Dwikorita juga menyampaikan puncak musim kemarau pada 2023 diprediksi terjadi bulan Agustus. Menurut dia, 289 ZOM (zona musim) atau sejumlah 41 persen wilayah memasuki musim kemarau lebih awal dari normalnya, 200 ZOM atau 29 persen wilayah memasuki musim kemarau sesuai normalnya, dan 95 ZOM atau 14 wilayah memasuki musim kemarau lebih lambat dari normalnya.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu