Ketika Rumah Sakit Jadi Gedung Kosong: Pintu Justru Dibuka Warga Bukannya Tenaga Kesehatan
SO'E, iNewsSumba.id-Sebuah pemandangan memilukan tersaji di Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Rabu sore (29/10/2025), Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, datang tanpa pemberitahuan dan mendapati bangunan rumah sakit itu sunyi. Tidak ada satu pun tenaga kesehatan (Nakes) yang terlihat.
RS Pratama Boking, yang berdiri megah di atas bukit Desa Meusin sejak 2017 dan diresmikan pada 2019, kini nyaris mati suri. Akses menuju fasilitas kesehatan itu pun sulit, jalan menanjak curam dan berlubang di sepanjang rute masuk.
“Setibanya di sana, tak ada direktur, tak ada perawat, tak ada dokter. Hanya seorang warga yang datang dan membuka pintu untuk kami,” ujar Darius dalam pers rilisnya. Dari warga itulah, tim Ombudsman dipersilakan melihat seluruh isi ruangan.
Kondisi di dalam gedung memperlihatkan kerusakan parah. Hampir semua pintu patah, plafon jebol, bahkan bagian belakang gedung sudah tidak bisa digunakan. Tempat tidur pasien berserakan di lorong-lorong. “Kami sempat keliling IGD, ruang pendaftaran, apotek, dan semua tampak terbengkalai,” kata Darius.
Rumah sakit yang dibangun dengan dana Rp17,4 miliar itu kini tercatat bermasalah hukum dan tak masuk dalam daftar rumah sakit aktif. Audit BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp16,5 miliar dalam pembangunan RS tersebut.
“Saya melakukan kunjungan ini sebagai uji petik atas keluhan masyarakat tentang minimnya tenaga kesehatan di RS Pratama seluruh NTT,” ujarnya. Menurut dia, kasus Boking hanya satu contoh dari banyak fasilitas serupa yang terbengkalai.
Plh. Direktur RS Pratama Boking, Yotam Nauf, saat dihubungi via WhatsApp membenarkan bahwa rumah sakit kekurangan tenaga medis. “Kami hanya punya lima orang tenaga: dua perawat, satu bidan, satu ahli gizi, dan satu administrasi,” katanya kepada Darius.
Layanan IGD sudah tidak beroperasi. Poli umum pun buka seadanya, bahkan tidak setiap hari ada pasien. Stok obat kosong karena distribusi dari Dinas Kesehatan TTS belum berjalan. “Tidak ada dokter, pelayanan lumpuh,” tegas Darius.
Kondisi ini, menurutnya, sangat ironis. “Bayangkan masyarakat di sekitar Boking harus ke RS Betun di Malaka untuk berobat karena lebih dekat ketimbang ke RSUD Soe,” ujarnya. Situasi darurat bisa berujung fatal bagi warga di pelosok.
“Layanan kesehatan adalah urusan wajib. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab penuh atas kelalaian ini,” tutup Darius.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu