SUMBA BARAT DAYA, iNewsSumba.id – Sertu Petrus Lalo ternyata pernah bakar peralatan bandar judi yang sedang jalankan aktifitasnya di Desa Laga Lete, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) – NTT. Langkah itu dilakukan saking kesalnya dengan praktek perjudian yang dinilainya akan berdampak negatif bagi perkembangan mental warga terutama generasi muda.
Sertu Petrus Lalo, yang dihubungi iNewsSumba.id beberapa hari lalu membenarkan langkah tegas yang diambilnya.
“Benar itu pak yang sempat diberitakan dan yang pak lihat di video itu. Memang saya yang bakar itu tikar atau alas bergambar mata judi dadu. Saya bakar juga sekaligus tegur bandarnya dan nasehat warga tentang dampak buruk judi,” tandas Petrus yang dihubungi via telepon selularnya itu.
Sertu Petrus Lalo merupakan anggota TNI – AD pada Koramil 1629-01/Laratama dan di tempatkan sebagai Babinsa di Desa Waimangura juga Desa Laga Lete itu memang setegar dan sekokoh batu karang. Pasalnya pihaknya mengaku tidak akan gentar pada para pihak yang berada dibalik ataupun melakukan aktifitas perjudian.
“Saya hanya jalankan tugas atasan saya sebagai Babinsa. Jika ada hal yang saya rasa merugikan rakyat banyak pasti saya ambil tindakan dan tentunya saya juga beri pengertian pada masyarakat,” timpal Petrus.
Sertu Petrus Lalo bubarkan permainan judi dadu dan berikan nasehat atau pencerahan terkait dampak buruk judi pada masyarakat - Foto : Tangkapan Layar
Untuk diketahui, hingga kini langkah tegas Petrus Lalo dalam membubarkan aktifitas perjudian di arena pasar malam di Waimangura lebih dari sepekan silam masih jadi bahasan sejumlah pihak. Belum habis terkait tindakannya yang mendapatkan apresiasi positif sejumlah pihak itu, iNews.id juga mendapatkan kiriman video dari masyarakat yang menunjukan aksi Petrus Lalo membakar tikar alas mata dadu.
Dalam video yang berdurasi lebih dari 11 menit itu, Petrus Lalo membakar tikar alas mata judi dadu atau dikenal sebagai ‘Krobok’ di tengah kerumunan warga. Tanpa gentar dia membakar sembari memberikan nasehat pada warga yang sebagiannya berpakaian adat khas setempat plus parang di pinggang itu.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu