JAKARTA, iNewsSumba.id — Publik kembali dikejutkan oleh kisah kemewahan yang menampar nalar keadilan. Muhammad Kerry Adrianto Riza, putra pengusaha minyak Riza Chalid, didakwa menyalahgunakan dana negara hingga ratusan miliar rupiah untuk hal yang jauh dari urusan energi: bermain golf di Thailand.
Jaksa menyebut dana sebesar Rp176 miliar itu bersumber dari proyek sewa Terminal BBM Merak yang penuh kejanggalan. Bersama beberapa rekan dan pejabat Pertamina, Kerry disebut menikmati dana tersebut untuk membiayai perjalanan dan permainan golf mewah di luar negeri.
“Terdakwa menggunakan uang sebesar Rp176.390.287.697,24 untuk kegiatan golf di Thailand bersama pihak Pertamina,” demikian kutipan dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan, jaksa juga menelusuri bagaimana Kerry dan ayahnya, Riza Chalid, menyodorkan proposal kerja sama kepada Pertamina, padahal aset terminal yang ditawarkan tidak dimiliki oleh perusahaan mereka.Yang lebih mencengangkan, mereka tetap memaksa agar proyek tetap berjalan dengan mekanisme penunjukan langsung, yang jelas melanggar prosedur pengadaan.
“Kerja sama sewa terminal BBM dengan PT Oiltanking Merak tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan penunjukan langsung,” ujar jaksa.
Lewat perusahaan PT Orbit Terminal Merak (OTM), Kerry dan kroninya diduga memperkaya diri hingga Rp2,9 triliun. Namun cerita belum berhenti. Jaksa juga mengungkap praktik pengaturan sewa kapal Suezmax milik PT JMN, di mana Kerry diduga mengubah isi surat resmi untuk menyingkirkan kompetitor asing.
“Terdakwa bersama-sama melakukan pengaturan sewa kapal dengan cara menambahkan kalimat kebutuhan ‘pengangkutan domestik’,” sebut jaksa.
Hasil dari seluruh rangkaian perbuatan itu, menurut perhitungan jaksa, menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian nasional hingga Rp285 triliun. Angka yang membuat publik terdiam, bukan karena kagum, tetapi karena marah.
Kasus ini menjadi potret telanjang dari wajah lama korupsi di sektor energi: jaringan kekuasaan, kepentingan korporasi, dan kenikmatan pribadi yang dibayar dengan uang rakyat. Di ruang sidang, semua kini menanti, apakah hukum kali ini berani menyentuh mereka yang berdiri terlalu tinggi.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait