JAKARTA, iNewsSumba.id – Nama Bishnu Prasad Paudel kini menghiasi halaman-halaman berita dunia bukan karena kebijakan fiskal, melainkan karena nasib tragis yang dialaminya di jalanan Kathmandu.
Menteri Keuangan Nepal itu dipaksa berlari, dipukuli, lalu ditelanjangi massa. Video yang viral memperlihatkan tubuh renta Paudel digotong ke arah sungai, simbol nyata dari amarah rakyat yang memuncak.
Bagi sebagian orang, adegan itu menjadi simbol perlawanan. Namun bagi lainnya, itu adalah bukti runtuhnya norma demokrasi. Seorang pejabat tinggi negara yang seharusnya dilindungi hukum, justru dipermalukan di depan publik.
Paudel sendiri bukan sosok sembarangan. Ia lahir pada 1959 di Syangja dan membangun karier politik bersama Partai Komunis Nepal (UML). Empat kali ia menjabat Menteri Keuangan, juga pernah memimpin kementerian lain, dari Dalam Negeri hingga Pertahanan.
Namun, pada 9 September 2025, semua prestasi itu seolah tak berarti. Ia menjadi wajah kekalahan rezim di hadapan generasi baru yang menganggap pemerintah gagal.
Tragedi itu terjadi di tengah gelombang protes Gen Z Nepal. Awalnya hanya soal larangan media sosial, tetapi kemudian melebar menjadi gerakan menggulingkan simbol-simbol kekuasaan lama.
Tak hanya Paudel, Menteri Luar Negeri Nepal Arzu Rana Deuba pun ikut menjadi korban. Rumahnya diserbu, dirinya dipukuli hingga berdarah. Negeri Himalaya itu seolah terbakar oleh bara perlawanan.
Banyak pihak kini bertanya: apakah kekerasan semacam ini menjadi tanda lahirnya era baru politik Nepal, atau justru awal kehancuran?
Perjalanan seorang menteri yang berakhir di sungai adalah kisah gelap yang akan lama dikenang. Nepal, sekali lagi, berada di persimpangan sejarahnya.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait
