Angka Kekerasan Seksual Anak di Sumba Timur Tembus 144 Kasus, ChildFund Mendesak Aksi Nyata

Dion. Umbu Ana Lodu
Lokakarya Safeguarding dan Perlindungan dari Eksploitasi dan Penyalahgunaan Seksual (PSEAH) di Waingapu, Sumba Timur, NTT-Foto Kolase: Dion. Umbu Ana Lodu

WAINGAPU, iNewsSumba.id – Laporan resmi mencatat sejak 2021 hingga Agustus 2025 terdapat 276 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumba Timur. Dari jumlah itu, 144 kasus atau hampir 80 persen merupakan kekerasan seksual terhadap anak.

Data ini diungkap Anto Kila, Pimpinan ChildFund International in Indonesia di Sumba Timur, saat Lokakarya Safeguarding dan Perlindungan dari Eksploitasi dan Penyalahgunaan Seksual (PSEAH) di Waingapu, Rabu (3/9/2025).

“Yang sangat memprihatinkan, 144 atau 79,5 persen kasus kekerasan pada anak adalah kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual maupun percabulan,” kata Anto. “Jumlah ini bahkan belum termasuk kasus yang ditangani beberapa LSM dan tidak dilaporkan ke P2TP2A-DP3AP2KB.”

Ia menilai Sumba Timur masih memiliki pekerjaan rumah besar meski telah memiliki Perda Nomor 8 Tahun 2022 tentang Kabupaten Layak Anak. “Regulasi sudah ada, tapi implementasinya di lapangan masih lemah. Kita butuh sinergi yang lebih kuat antar-lembaga,” ujarnya.

Anto menegaskan perlunya segera dibentuk UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) agar layanan bagi penyintas lebih cepat dan menyeluruh. “Selama ini mekanisme rujukan belum berjalan baik. UPTD PPA sangat mendesak dibentuk oleh Pemda,” katanya.

Senada dengan itu, Reny R. Haning, Specialist Senior Child Protection & Advocacy ChildFund, menyebut pelatihan safeguarding ini bertujuan menyiapkan layanan publik yang berintegritas. “Layanan perlindungan harus berpusat pada penyintas. Mekanisme rujukan yang tertata akan membantu korban mendapatkan pendampingan komprehensif,” jelasnya.

Sementara itu, Sekda Sumba Timur Umbu Ngadu Ndamu menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan bertentangan dengan nilai budaya Sumba. “Dalam adat kita, perempuan adalah simbol kehidupan. Karena itu, kekerasan adalah bentuk pengkhianatan terhadap budaya sendiri,” ucapnya.

Ia menambahkan, Pemda tengah berupaya memperkuat rumah aman bagi korban. “Pemerintah tidak tinggal diam. Kami siapkan fasilitas pendampingan, meski masih banyak yang harus diperbaiki,” katanya.

Lokakarya yang berlangsung hingga Kamis (4/9/2025) di Aula Pada Dita Beach itu diharapkan melahirkan kesepakatan bersama untuk menekan angka kekerasan seksual di Sumba Timur.

Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network