get app
inews
Aa Text
Read Next : Operasi Malam di Maumere Bongkar Jaringan Open BO: Pelajar Hamil hingga Kasus HIV Terungkap

Krisis BBM Sumba Makin Keras Terasa: Pengecer Hidup Subur di Tengah SPBU yang Cepat Kering

Kamis, 20 November 2025 | 07:54 WIB
header img
Antrean panjang kendaraan bermotor yang mengular hingga ke jalanan protokol luar kawasan SPBU jadi pemandangan rutin harian di Kota Waingapu, Sumba Timur, NTT-Foto: Dion. Umbu Ana Lodu

WAINGAPU, iNewsSumba.id — Meski pemerintah pusat menjamin harga BBM subsidi tetap stabil, warga Sumba Timur bahkan Pulau Sumba secara keseluruhan  justru berhadapan dengan fenomena ironis: SPBU cepat sekali kekeringan stok, sementara pedagang BBM eceran tumbuh bak jamur di musim hujan. Krisis ini sangat terasa di Waingapu, pusat pergerakan ekonomi di Pulau Sumba.

Setiap hari dan tentunya dimulai dari pagi, antrean di SPBU Matawai dan SPBU Kilometer Dua memanjang hingga menutup sebagian badan jalan. Kondisi yang kemudian memantik tanya publik, apakah kuota terlalu kecil atau ada aliran yang tidak transparan di balik layar? Hingga kini belum ada jawaban yang menenangkan.

Pedagang eceran memanfaatkan peluang ini. Mereka menjajakan solar dan pertalite dalam jeriken lima liter. Harganya dua kali lipat dari SPBU resmi. Namun bagi warga yang tidak ingin antre berjam-jam atau menginap di SPBU, opsi ini menjadi pilihan “paling masuk akal”.

Heinrich, salah satu warga, dan juga pekerja media yang hendak menjemput mitra kerjanya di Tambolaka menceritakan bagaimana ia berputar-putar di kota Waingapu, bahkan merembet hingga 3 Kabupaten lainnya tanpa hasil. Tak satu pun SPBU menjual solar hingga petang. Baginya, ini bukan lagi persoalan teknis, ini sistem yang perlu dibenahi dari hulu ke hilir.

"Apakah BBM Solar Kosong stoknya di Pertamina Waingapu? Soalnya saya alami sendiri, semua SPBU di 3 Kabupaten lain tidak ada yang jual solar hingga sekira 17.00 WITA. Baik di Tambolaka, Waikabubak maupun Anakalang. Yang eceran sih banyak tentunya. Hanya jika di SPBU harga solar Rp6.800/liter namun dijual pengecer di jeriken Rp65 ribu/5 liter atau Rp13 ribu/liternya," ungkapnya, Rabu (19/11/2025) malam lalu.

Yang semakin memperburuk keadaan adalah ketiadaan kejelasan dari Depo Pertamina Sumba Timur. Setiap upaya konfirmasi dari media berakhir tanpa keterangan. Publik yang telah lama menunggu penjelasan merasa kecewa.

Sementara itu, pemerintah pusat terus merilis data harga yang stabil. Namun bagi warga Sumba, angka-angka itu terasa jauh, karena soal harga bukanlah masalah utama. Masalahnya adalah akses.

Kelangkaan BBM ini juga menimbulkan kecemburuan sosial. Warga bertanya-tanya mengapa pengecer bisa memperoleh BBM dengan mudah, namun sulit sekali di SPBU karena terlanjur dikuasai pengantri yang dominannya adalah pengecer. 

SPBU sebagai sumber resmi seharusnya menjadi tempat paling mudah bagi warga mendapatkan BBM. Namun kini, di mata masyarakat Sumba, SPBU seakan hanya papan nama. Kehadirannya tidak menjamin ketersediaan BBM, sementara pengecer justru tampil sebagai “penolong” yang mahal.

Selama pola distribusi BBM tidak diperbaiki, krisis ini berpotensi menjadi krisis sosial ekonomi yang lebih besar. Dan untuk saat ini, warga Sumba hanya bisa bertahan di tengah ironi: negara menjamin BBM murah, tetapi kenyataan menunjukkan BBM murah justru perlu ekstra biaya untuk mendapatkannya.

Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut