Dari Polres. Kantor Bupati Hingga DPRD Jadi Sasaran Aksi Unjuk Rasa Aliansi Rakyat Sumba Bersuara

WAINGAPU, iNewsSumba.id – Kamis (4/9/2025) siang hingga menjelang sore, beberapa ruas jalan protokol Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur, diriuhkan oleh massa demonstran. Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Sumba Bersuara melakukan long march sekira dua kilometer. Mereka bergerak dan mengawali orasinya di Markas Polres Sumba Timur.
Di depan gerbang Mapolres, suara orasi membahana. Tuntutan hukum yang adil, tanpa tebang pilih, menjadi gema utama. Sejumlah kasus yang dianggap mandek dalam penanganannya kembali diangkat. “Kami tidak ingin ada hukum yang hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” teriak seorang orator.
Tak hanya soal hukum, pengunjuk rasa juga menyampaikan bela sungkawa atas wafatnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek onlineyang meninggal dalam peristiwa tragis beberapa waktu lalu. Mereka juga memberi penghormatan bagi aparat yang gugur saat menjalankan tugas pengamanan. Massa ingin menegaskan bahwa keadilan harus berpihak pada semua, tidak pandang bulu.
Kapolres Sumba Timur, AKBP Gede Harimbawa dan jajarannya menerima aspirasi ini. Meski berlangsung dalam terik matahari, aksi berjalan damai dan tertib. Di balik orasi keras dan spanduk protes, ada suara lirih rakyat kecil yang mendambakan hukum benar-benar hadir sebagai pelindung.
Dari Polres, massa melanjutkan langkah mereka ke Kantor Bupati Sumba Timur. Dengan spanduk dan poster bernada protes, mereka menagih janji kampanye Bupati dan Wakil Bupati yang dinilai berjalan lamban. Persoalan sosial, ketimpangan ekonomi, hingga isu-isu nasional yang mencuat belakangan ini ikut menjadi bahan orasi.
Pemerintah jangan hanya pandai berbicara saat kampanye, tapi terkesan lupa ketika rakyat menagih bukti, demikian secuil kesan yang disampaikan Umbu Pajaru Lombu, salah satu orator. Kalimat itu disambut tepuk tangan dan sorakan dari massa. Massa pendemo juga menghardik sejumlah ASN dan aparat yang berdiri dibalik teduhnya atap dan gazebo depan Kantor Bupati untuk turun, bergabung dengan Bupati Umbu Lili Pekuwali dan Wakil Bupati Yonathan Hani serta anggota Forkopimda lainnya yang rela berpanas-panasan dibawah terik mentari sekira pukul 14.00 WITA.
Di tengah orasi keras, hadir juga suara yang menenangkan. Pendeta Herlina Ratu Kenya, tokoh agama yang turut berorasi, mengingatkan bahwa kekuasaan adalah amanah. Ia menyerukan agar pemerintah mendengar jeritan rakyat kecil, jangan larut dalam kenyamanan.
Bupati, Wakil Bupati, dan jajaran Forkopimda yang turun langsung menemui pengunjuk rasa, menerima aspirasi dengan wajah serius, seolah sadar bahwa tuntutan rakyat tidak bisa dianggap enteng. Sejumlah aspirasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah di diaerah dijanjikan akan akan diupayakan dengan optimal untuk diwujudkan. Sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintahan di atasnya juga akan disampaikan untuk dicermati dan ditindaklanjuti.
Aliansi Rakyat Sumba Bersuara menutup rangkaian aksinya dengan 'menyerang jantung simbol demokrasi' gedung parlemen daerah. Di hadapan pimpinan dan sejumlah anggota DPRD, tuntutan mengalir deras. Massa meminta pemotongan tunjangan dan gaji dewan yang disebut mencapai Rp42 juta per bulan. Menurut mereka, jumlah fantastis itu tidak sebanding dengan kondisi masyarakat yang masih berkutat dengan keterbatasan.
Tak berhenti di situ, pendemo juga mendesak penghapusan studi banding yang dianggap hanya menguras anggaran tanpa manfaat nyata. “Apa hasil dari jalan-jalan kalian ke luar daerah? Rakyat tidak merasakannya,” celetuk seorang mahasiswa peserta aksi.
Pimpinan dan anggota DPRD tampak mendengarkan dengan wajah ragam ekspresi. Meski tajam, aspirasi disampaikan dengan tertib. Setelah puas berorasi, massa akhirnya membubarkan diri menjelang sore. Mereka pulang, tapi meninggalkan pesan keras, DPRD harus lebih punya kepekaan rakyat yang mendaulatnya.
Kami mendukung penyampaian aspirasi dengan cara yang bermartabat. Unjuk rasa hak setiap warga, jangan sampai merusak, melukai, atau memecah belah. Tetap menjaga ketertiban, menghargai sesama, dan menjukkan bahwa suara rakyat bisa disampaikan dengan damai.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu