Dalam pandangan mereka, pasal itu seharusnya hanya menjerat tindakan yang dilakukan dengan niat jahat, disertai kekerasan, intimidasi, atau pemberian keuntungan tidak semestinya, sebagaimana tercantum dalam Article 25 Konvensi PBB Antikorupsi.
“Pemberantasan korupsi memang penting,” kata Prof Tongat dari Universitas Muhammadiyah Malang, “tapi ia harus berjalan dalam koridor hukum yang pasti, adil, dan proporsional.”
Menurut mereka, bahasa hukum tidak pernah netral. Ketika rumusan pasal dibiarkan kabur, tafsir aparat akan menjadi absolut. “Ketika aparat penegak hukum memiliki posisi dominan dalam menafsirkan norma pidana, peluang kriminalisasi akan terbuka lebar,” tulis para akademisi menutup pernyataannya.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait