LARANTUKA, iNewsSumba.id – Penolakan keras datang dari seorang debitur Bank NTT Cabang Larantuka, Thomas Arif Wijaya, terhadap rencana pelaksanaan penilaian objek lelang oleh Pengadilan Negeri (PN) Larantuka yang dijadwalkan pada Selasa (3/6/2025) . Penilaian ini menyangkut aset berupa tanah dan bangunan di Kelurahan Postoh, Kecamatan Larantuka, yang akan dieksekusi sebagai bagian dari penyelesaian kredit.
Thomas menuding adanya ketidaksesuaian dokumen yang dijadikan dasar oleh pengadilan dan bahkan mengisyaratkan adanya praktik mafia peradilan dalam proses hukum yang dihadapinya. Ia menyebut bahwa objek yang disebutkan dalam surat pengadilan tidak sesuai dengan dokumen jaminan yang ia serahkan saat akad kredit.
“Tanah yang saya jaminkan berdasarkan akta 04 dan surat ukur nomor 07, bukan surat ukur 09 seperti tercantum dalam dokumen pengadilan. Ini menimbulkan kecurigaan,” tegas Thomas saat menyerahkan surat keberatannya ke PN Larantuka pada Senin, 2 Juni 2025.
Pihak keluarga pun ikut angkat suara. Yohanes N.D. Paru, mewakili keluarga, menyayangkan sikap PN Larantuka yang justru meminta mereka meminta klarifikasi kepada Bank NTT, meski dokumen tersebut diterbitkan oleh pengadilan sendiri. “Ini sangat tidak masuk akal,” kata Anis Paru.
Lebih jauh, penasihat hukum Thomas, Matias Lidang Sabon, menilai pelaksanaan penilaian tidak sah jika didasarkan pada dokumen yang keliru. Ia memastikan pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan mempertimbangkan laporan dugaan pemalsuan dokumen ke aparat penegak hukum.
Sementara itu, Ketua PN Larantuka, Maria Rosdiyanti Servina Maranda, SH, menjelaskan bahwa pengadilan hanya memproses permohonan resmi dari pihak Bank NTT tertanggal 1 Februari 2025, dan dokumen yang kini dipermasalahkan sejatinya pernah digunakan sendiri oleh Thomas dalam proses hukum sebelumnya.
“Dalam perkara perdata, hakim hanya menilai berdasarkan alat bukti yang diajukan para pihak. Kami bekerja sesuai prosedur,” ujarnya.
Dalam surat keberatan tertanggal 1 Juni 2025, Thomas menekankan bahwa identitas objek yang akan dinilai tidak disebutkan secara rinci dalam surat pengadilan dan berpotensi menyesatkan. Ia pun bertekad untuk terus memperjuangkan keadilan.
“Walau dunia seakan runtuh, hukum tetap harus ditegakkan,” pungkasnya penuh harap.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu
Artikel Terkait