Saya Anak Buruh Cuci, Tapi Tidak Rendah Diri: Bahlil Bicara Soal Hinaan dan Martabat
JAKARTA, iNewsSumba.id – Sorotan terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendadak bergeser dari urusan kebijakan menjadi soal pribadi. Sebuah meme yang menertawakan dirinya beredar luas, namun Bahlil menanggapinya dengan kebesaran hati yang langka di tengah politik yang panas.
“Belum tentu orang ganteng itu cerdas pikirannya. Belum tentu orang yang tidak sempurna tubuhnya itu jelek pikirannya,” ujarnya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Bahlil mengatakan, manusia tidak punya hak menilai sesamanya melebihi batas kemampuan. “Yang bisa membedakan kemuliaan orang hanyalah dia dengan Tuhan,” katanya. Kalimat itu terasa sederhana tapi menusuk di tengah budaya digital yang kerap menertawakan rupa.
Ia lalu bercerita, sejak kecil sudah terbiasa dengan hinaan. “Saya ini anak orang kampung. Ibu saya buruh cuci, ayah saya buruh bangunan. Jadi hinaan itu sudah biasa saya terima sejak SD,” tuturnya mengenang masa-masa sulit.
Hinaan masa kecil itu ternyata menjadi fondasi kariernya. “Saya bersyukur, karena dari situ saya belajar kuat dan tidak mudah tersinggung,” lanjutnya.
Soal meme yang menyinggung dirinya, Bahlil menegaskan tidak akan membalas. “Biarlah Allah yang akan melakukan itu semua dan saya maafkan kok,” katanya tenang. “Saya doakan mereka diberi kesadaran.”
Ia menduga, meme itu tidak muncul begitu saja. “Saya kira ini ada yang ingin menekan kebijakan saya sebagai Menteri ESDM. Tapi saya tidak akan tunduk,” katanya.
Bahlil menolak segala bentuk intervensi terhadap kebijakan negara. “Saya tidak mau ada pihak-pihak yang mencoba mendorong keinginannya untuk mengintervensi kebijakan negara,” ucapnya.
Baginya, jabatan menteri adalah amanah, bukan tempat menuruti kepentingan. “Apa pun kita pertaruhkan untuk kedaulatan negara. Karena bagi saya, menteri itu pembantu presiden,” tegasnya.
Dan dengan ketenangan yang lahir dari masa kecil yang keras, ia menutup pernyataannya: “Yang berhak menilai saya hanya Presiden Prabowo Subianto.” Di tengah dunia yang cepat menilai, ucapan itu terdengar seperti napas panjang seorang yang sudah selesai berperang dengan dirinya sendiri.
Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu