get app
inews
Aa Read Next : Presiden Jokowi Resmikan Rumah Sakit yang Telan Dana Pembangunan Rp420 Miliar

Sudah 7 Bupati Jalan Desa Woloede Kian Buruk, Wargapun Minta Tolong Presiden Jokowi

Kamis, 20 Juni 2024 | 23:10 WIB
header img
Kondisi jalan di Desa Woloede - Loadaolo di bawah kaki Gunung Berapi Ebulobo, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, NTT - Foto : iNews.id

NAGEKEO, iNewsSumba.id - Sudah puluhan tahun warga di Desa Woloede dan Loadaolo di bawah kaki Gunung Berapi Ebulobo,  Kecamatan Mauponggo,  Kabupaten Nagekeo merasakan kurang diperhatikan oleh pemerintah. Aroma kesulitan, kemiskinan,  mengalahkan aroma rempah-rempah yang menjadi penghasilan utama warga di desa ini. Akibatnya segala aspek ekonomi, kesehatan seakan jauh dari kata merdeka walaupaun Indonesia telah merdeka 78 tahun lalu.

Pohon – pohon Cengkeh terpampang rapi dengan sedikit semerbak ketika ketika melewati jalan desa dari Desa Mulakoli,  Boawae. Tidak hanya itu wangi aroma pala yang dijemur pada halaman rumah warga semakin semerbak menusuk hidung seperti aroma therapy.

Belum lagi keindahan alam dan eksotika alam seperti tarian awan menari-nari di puncak Gunung Ebulobo terpancar di sisi selatan. Punggung-pungung pegunungan menjuntai ke arah lautan pada sisi selatan dan utara serta rimbunnya hutan perkebunan cengkeh dan pala seakaan mengabarkan surga serta kesejahteraan buat warga di kaki gunung berapi aktif ini.

Namun sayang seribu sayang semuanya berkebalikan dengan apa yang dirasakan warga di desa Woloede dan Lodaolo. Akses jalan desa sebagai penghubung warga dengan kota kabupaten atau dengan desa lain serta kota kecamatan terbengkalai selama puluhan tahun sejak Indonesia merdeka.

Jalan sepanjang kurang lebih 8 kilo meter yang menghubungkan kedua desa serta desa lain seperti Desa Mulakoli hanya dipenuhi batu lepas. Ada sebagain ruas jalan sudah cukup baik dengan menggunakan rabat yang sudah lama dikerjakan warga namun agak licin ketika dilewati akibat tingginya kelemababan dan curah hujan. Sebagain rabat yang dikerjakan oleh kontraktor malah sudah rusak.

“ Itu ada jalan yang dikerjakan kontraktor malah sudah rusak yang ke arah Mulakoli sana, tapi masyarakat yang kerja seperti di Desa Woloede ini malah masih bertahan,” ungkap Yoseph Mola tokoh masyrakat Desa Woloede.

Semakin mendekati kantor Desa Woloede kondisi jalan semakin parah. Di ujung Kampung Ulunua hingga Kampung Lokanio  bagian badan jalan terbentuk seperti got atau parit sebagai jalur air ketika musim hujan tiba. Jalan semakin parah hingga menjadi bekas-bekas aliran sungai kecil ketika memasuki Kampung Wajo yang kondisinya lebih miring.

Tak ayal segala material masuk memenuhi badan jalan hingga kendaran bermotorpun susah atau berhati-hati ketika melewatinya sehingg sangat rawan kecelakaan. Badan jalan jauh dari kata layak, batu batu lepas memenuhi badan jalan sehingga menyulitkan kendaraan ketika melewati jalan tersebut. Akses jalan ini membuat warga serasa naik kuda walaupun menggunakan kendaraan bermotor atau angkutan umum. Sebagian warga harus turun sejenak untuk membantu menarik kendaraan  angkutan umum ketika hendak pulang dari pasar di kota kecamatan.

Yoseph menuturkan sudah 7 bupati sejak desa ini masih menjadi wilayah Kabupaten Ngada akses jalan tidak diperhatikan sama sekali oleh pemerintah daerah. Padahal sepanjang jalan melewati jalan ini pohon pala cengkeh kelapa bertebaran sepanjang jalan. Aromanya masih kalah sama bau busuk janji para politisi buat warga di sini. Akses jalan yang tidak memadai membuat harga komoditi seperti pala cengkeh vanili kelapa pisang serta buah-buahan ditekan serendah mungkin oleh para pengepul dan tengkulak.

“ Setiap pemilihan bupati atau dprd mereka datang ke sini  tetap kami minta untuk bangun jalan tapi sampai hari ini sudah 7 bupati sampai hari ini jalan rusak terus bahkan semakin parah. Mereka hanya janji tapi hilang terus hingg hari ini,” ungkap mantan kepala desa 1970-an itu.

Harga Komoditi Ditekan Pengepul

Jalan rusak berpengaruh pada harga komoditi perkebunan warga. Seperti pala harga pasaran di pulau jawa yang bisa mencapai 175 ribu tinggal hanya 80 ribu yang diterima warga karena akses jalan menjadi alasan buat para pengepul. Begitupun harga cengkeh yang hanya menjadi 50-an ribu per kilo gramnya walaupun punya kualitas bagus ketika musim panen tiba karena kendala akses jalan. Kondisi akses jalan yang terbengkalai membuat ekonomi warga tak kunjung membaik karena harga yang sangat ditekan.

Aroma kemiskinan dan kemelaratan membuat warga di bawah kaki Gunung Ebulobo  banyak yang merantau ke luar pulau seperti Malaysia dan Kalimatan sebagai buruh di perkebunan sawit. Padahal produksi tanaman seperti cengkeh sekitar 4 desa di bawah kaki gunung eulobo bisa mencapai 40-50 puluhan ton sekali musim panen dan produksi pala bisa mencapai 200 san ton.

“ Mau bagaimana lagi, kalau tidak panen banyak anak muda pergi ke Malaysia dan Kalimantan jadi buruh sawit padahal di sini sangat kaya, tapi susah jalan ini. Jadi kami sakit hati sekali setiap datang itu mereka hanya janji-janji saja tapi kami tetap miskin susah terus. ” kata Yoseph.

Hal yang sama diungkapkan oleh Ali seorang petani yang memiliki satu hektar kebun pisang yang didalamnya terdapat pohon pala.  Ia sangat menyayangkan karena harga komoditi seperti pala dan cengkeh sangat ditekan. Banyak warga terpaksa menjualanya kepada pengepul karena perbedaan harga yang tinggi harus membawanya ke kota kecamatan atau kabupaten, serta kebutuhan rumah tangga yang semakin mendesak serta urusan adat juga anak sekolah.

“ Saya mau jual pisang terpaksa pakai oto (mobil) kecil pick up yang masuk oto besar (truck) susah mau masuk langsung beli di sini jaln begini, sehingga pasti harga ditekan lagi. Kalau langsung di pembeli pertama pasti harga lebih tinggi,” ungkapnya.

Keselamatan Nyawa Jadi Taruhan

Kondisi jalan juga berimbas pada bidang pendidikan sehingaa banyak anak-anak tidak bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi atau ke perguruan tinggi karena masih mengalami kesulitan ekonomi.

“ Di sini juga banyak orang tua tidak bisa ongkos anaknya sampai pada jenjang yang lebih tinggi atau kuliah karena ekonomi belum juga baik padahal hasilnya banyak dari kebun, tapi itu tadi jalan yang buat para tengkulak dan pengepul tekan harga,” ungkap Niko Ndapa salah satu tokoh masyrakat di Kampung Lokawolo, Woloede.

Menurut Niko, bukan hanya ekonomi akibat buruknya jalan beberapa ibu hamil harus ditandu ketika memasuki musim hujan karena jalanan yang tidak bisa dilalui mobil puskesmas atau warga. Hanya mobil atau truck yang bisa melewati jalan desa menuju puskesmas di kota kecamatan sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal dari biasanya.

Bagi Niko, jalan desa ini sangat vital karena memberikan akses paling tercepat dari beberapa desa sekitar kaki gunung Ebulobo menuju kota kabupaten Mbay, serta sebagai akses penting peghubung antar desa. Sayangnya karena jalan ini tak kunjung diperbaiki dan dibenahi akhirnya warga memilih jalur yang lebih jauh ke arah barat yang ongkosnya jauh lebih tinggi.

Niko mengungkapkan ia khawatir kondisi jalan semakin buruk. Setahun lalu pernah diberikan bantuan pelebaran jalan dan pembuatan saluran namun tidak dilanjutkan sampai pengasapalan dan hotmix sehigga kondis jalan sakarang ini kian parah apalagi curah hujan di pertengahan tahun ini sangat tinggi. Kedaan ini tentu sangat meyulitkan bagai warga di sini bila terjadi bencana karena bisa tertutup longsoran. Apalagi desanya sangat dekat dengan gunung berapi aktif Ebulobo.

“ Kami mau lari kemana?. Bila terjadi bencana karena berada dibawah gunung berapi kami tidak bisa menyelamatkan diri atau evakuasi karena kondisi jalan buruk seperti ini sangat tidak layak. Kami minta Jokowi bisa bantu sebelum akhir masa jabatan karena kamiakan mati semua bila terjadi bencana gunung berapi karena tidak ada jalur evakuasi,” keluhnya.

Beberapa kali jalan desa ini dipersoalkan karena masuk dalam kawasan hutan lindung. Namun berdasarkan pengecekan Media Indonesia melalui data lapangan, hanya sekitar 1900 meter persegi bagian badan jalan masuk hutan produksi bukan hutan lindung. Sehingga sangat bisa bila dilakukan pengerjaan jalan dari proyek pemerintah dengan mekanisme yang lebih mudah. Untuk pembangunan jalan di dalam kawasan hutan pihak pemerintah wajib melakukan ijin pinjam pakai kawasan salah satu persyaratnya adalah persetujuan lingkungan yang didalamnya terdapat, UKL UPL untuk jalan dengan resiko kecil, Amdal untuk jalan dengan resiko besar dan SPPL untuk jalan tanpa resiko sesuai PP no 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Selain itu untuk luasan dibawah 5 Ha, pengurusan ijin atau persetujuan lingkungan melalui balai kawasan hutan provinsi.

Warga Minta Jokowi Bantu

Anselmus Mere, salah satu tokoh masyarakat kampung Dhawe, Desa Lodaolo mengatakan printisan untuk membangun jalan sudah dilakukan sejak tahun 1960-an namun sampi kini tidak ada perbaikan. Upaya warganya untuk menemui  beberapa bupati tidak menuai hasil dan malahan jalan kian buruk. Setiap inspeksi jalan tak membuat warga di desanya lega namun hanya puas dengan janji-janji manis. Kini ia dan warganya hanya bisa berharap ke pemerintah pusat dan Presiden Jokowi sebelum akhir masa jabatannya.

“ Kami sudah capek minta ke pemerintah daerah, semakin mereka ini tutup mata. Padahal ini daerah potensi ekonominya kuat sekali. Jalan dibangun di tempat lain yang potensi ekonominya tidak ada, jadi kami minta tolong pak Jokowi semoga bisa dengar suara kami,” ungkap Anselmus yang juga seorang guru tersebut.

Warga kini pasrah semoga ada bantuan dari pemerintah pusat demi membantu pemulihan ekonomi yang sudah tak diperhatikan puluhan tahun lamanya. Warga berharap gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi selama masa kepemimpinnya  juga dirasakan warga di 2 desa ini sebelum habis masa jabatannya tahun ini.

Editor : Dionisius Umbu Ana Lodu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut